Oleh Budi Darsono
(Mahasiswa Magister Hukum Universitas Lancang Kuning Pekanbaru)
Guna mengakomodir percepatan pembangunan di tengah arus globalisasi tersebut maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (selanjutnya disebut UU Penanaman Modal) menggantikan seluruh undang-undang terdahulu yang mengatur perihal penanaman modal yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Jo. Nomor 11 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Jo. Nomor 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri yang tidak sesuai lagi dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian nasional dan pembangunan hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal.
Disamping itu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal diundangkan pada masa Indonesia berada di tengah-tengah euphoria semangat otonomi daerah.Dengan adanya otonomi daerah maka pemerintah daerah selanjutnya mempunyai hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat.
Kewenangan pemerintah merupakan dasar utama baik setiap tindakan dan perbuatan hukum dari setiap level pemerintahan, dengan adanya dasar kewenangan yang sah, maka setiap tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap level pemerintahan dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan hukum yang sah dan apabila tanpa ada dasar kewenangan, maka setiap tindakan dan perbuatan hukum yang dilakukan oleh setiap level pemerintah dapat dikategorikan sebagai tindakan dan perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan dapat juga dikatakan sebagai pelanggaran terhadap asas-asas umum pemerintahan yang baik.
Kewenangan pemerintah daerah dalam hal ini pemerintah provinsi sebagai daerah otonom memiliki kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten/kota. Otonomi daerah merupakan wewenang untuk menyelenggarakan kepentingan sekelompok penduduk yang berdiam dalam suatu dilingkungan wilayah tertentu yang mencakup mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan berbagai hal yang perlu bagi kehidupan penduduk, sehingga otonomi daerah merupakan hak penduduk yang tinggal dalam suatu daerah untuk mengatur, mengurus, mengendalikan dan mengembangkan urusannya sendiri dengan menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kewajiban pemerintah provinsi dalam penanaman modal berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal adalah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksana penanaman modal.Hal ini sebagaimana tertuang pada Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Penanaman Modal, dimana disebutkan "Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.
Disamping itu kewajiban pemerintah daerah secara umum terdapat pada Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Penanaman Modal, dimana disebutkan: Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal. Adapun kewenangan pemerintah provinsi berdasarkan ketentuan Pasal 30 ayat (5) Undang-Undang Penanaman Modal adalah Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah provinsi.
Kewajiban pemerintah dalam penanaman modal berdasarkan Undang-Undang Penanaman Modal adalah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksana penanaman modal.Hal ini sebagaimana tertuang pada Pasal 30 ayat (1) Undang-Undang Penanaman Modal, dimana disebutkan Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha bagi pelaksanaan penanaman modal.Kewenangan pemerintah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan penananam modal adalah pada penyelenggaraan penanaman modal yang lingkupnya berada dalam kabupaten/kota. Hal ini secara tegas tertuang pada Pasal 30 ayat (6) Undang-Undang Penanaman Modal, dimana dinyatakan: Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota.
Beberapa permasalahan yang terjadi diantaranya lemahnya fungsi gubernur dan pemerintah pusat dalam melakukan pengawasan terhadap kabupaten/kota, munculnya raja-raja kecil dengan arogansi kekuasaannya karena merasa memiliki basis politik yang kuat (dipilih oleh rakyat secara langsung).Dengan lemahnya pengawasan dan adanya arogansi kekuasaan, memunculkan berbagai kebijakan yang cenderung melanggar hukum dan melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik (selanjutnya disebut AUPB).Kondisi ini terlihat dari fakta yang ada yaitu tidak sedikit para kepala daerah terjerat dalam berbagai kasus tindak pidana korupsi dan pelanggaran hukum lainnya.
Pemerintah Indonesia dalam memperlancar arus modal masuk ke Indonesia pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (selanjutnya disebut Perpres Nomor 97 Tahun 2014). Peraturan Presiden tersebut, merupakan proses pengelolaan pelayanan baik yang bersifat pelayanan perizinan dan non perizinan yang dilakukan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses diawali dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu di Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (selanjutnya disebut PTSP). PTSP meliputi seluruh pelayanan perizinan dan non perizinan yang menjadi kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah, termasuk salah satunya perizinan di bidang penanaman modal, sedangkan penyelenggara PTSP adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PB), dan Administrator Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
PTSP dibentuk bertujuan membantu penanam modal memperoleh kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal.PTSP dilakukan oleh lembaga atau instansi yang berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan non perizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan perizinan dan non perizinan di provinsi atau kabupaten/kota.
Di dalam peraturan perundang-undangan penanaman modal perlu mengoptimalkan fungsi pengawasan pemerintah dalam hal untuk menjamin "prinsip keadilan", "jaminan kepastian", dan "kesejahteraan rakyat". Hakikat keadilan yang menjadi dasar pola pemikiran Radbruch adalah "is the specific idea of law" yang berarti tidak mungkin berbicara tentang hukum tanpa berbicara tentang keadilan, sehingga dimensi keadilan dalam investasi merupakan suatu keniscayaan, karena masalah keadilan adalah masalah pertama dan utama.
Kualitas suatu peraturan hukum sangat ditentukan oleh nilai keadilan.
Dalam hukum yang memuat perintah dan larangan, akan menjadi hukum yang baik, harus memenuhi tuntutan keadilan. Karena itu pembentuk undang-undang atau lebih luas lagi pembentuk hukum berkewajiban untuk membentuk hukum yang adil.Oleh sebab itu keadilan juga menjadi kriteria untuk menilai hukum positif.
Permasalahan penanaman modal di Indonesia, khususnya di daerah sering menghambat kegiatan penanaman modal. Masuknya dunia usaha di tingkat daerah akan membantu pertumbuhan di daerah tersebut yang otomatis menambah pajak dan membuka lapangan kerja baru serta meningkatkan perekonomian lokal.
Perkembangan penanaman modal sangat terkait dengan berbagai faktor yang turut mempengaruhi peningkatan penanaman modal, misalnya potensi sumber daya alam, sumber daya manusia infrastruktur penunjang maupun iklim penanaman modal yang kondusif.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat ditarik benang merah bahwa pembangunan hukum di bidang investasi merupakan hal yang sangat rumit dan kompleks, visi sebagai bangsa yang besar dalam hal pemanfaatan sumber daya alam serta sumber daya manusia yang lebih manusiawi dan berkeadilan mutlak memerlukan hukum yang terekontruksi dengan cita serta lembaga sehingga menjadi sebuah sistem hukum yang bagus dan berdaya saing dalam berkompetensi dalam internasional.
Ultimatum Virus Akalbudi
Oleh Chaidir (Ketum FKPMR) TAHUN 1445 Hijriyah tenggelam dalam tidurnya yang abadi. Selamanya akan berada dalam…