RIAUBOOK.COM - Jelang Pilpres 17 April 2019 situasi keamanan dan ketertiban masyarakat kian memanas akibat politisi elite yang kerap beradu argumentasi hingga dukungan simpatisan yang berlebihan.
Hal itu sungguh tidak pantas ditengah situasi perkembangan akhlak manusia yang harusnya tumbuh membaik, dan selayaknya pilpres adalah pembelajaran politik bersih bagi penerus bangsa, masa depan negeri.
Dari perjalanan panjang tahapan Pilpres 2019, setelah melalui 4 kali debat yang diselenggaran Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, terdapat dua kalimat baik yang dapat dimaknai positif bagi generasi milenial dan generasi Z.
Seperti yang sering disampaikan Capres 01 Joko Widodo (Jokowi) soal optimisme. Dia mengungkap tentang sebuah keyakinan akan kejayaan dan kemakmuran negara di masa depan.
"Optimis Indonesia berdaulat, optimis sejahtera, Indonesia terjangkau, optimis, optimis setara, optimis kerja. Optimis Indonesia maju. Optimis Indonesia maju. Optimis indonesia maju," kata Jokowi diakhir debat kandidat capres ke empat beberapa hari lalu.
Jokowi meyakini Indonesia akan mampu mempertahankan kedaulatan bahkan hingga menyejahterakan rakyat di masa depan lewat berbagai program dan pergerakan nyata yang menurutnya telah dilakukan dalam satu periode dia menjabat.
Jokowi juga meyakini infrastruktur yang dia bangun bersama kabinet akan membawa kemajuan yang merata, daerah-daerah terpencil akan mudaj dijangkau lewat pembangunan tol yang terua bergeliat.
Dalam persaingan global, Indonesia sedari dulu memang telah masuk kategori sebagai negara berkembang, namun kata maju sepertinya masih menjadi retorika ditengah lemahnya persaingan dagang dan minimnya sumber daya manusia andal yang mampu bersaing ditingkat global.
Prabowo Jujur
Capres 02 Prabowo Subianto menjadi calon pemimpin Indonesia yang kontroversial setelah kerap mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang dianggap mengganggu stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat.
Namun sebagian pihak mengungkap pernyataan pesimistis Prabowo adalah ungkapan sebuah kebenaran tentang kondisi negara yang 'hancur lebur' akibat tingginya korupsi, kolusi dan nepotisme.
"Saudara-saudara, kita masih upacara, kita masih menyanyikan lagu kebangsaan, kita masih pakai lambang-lambang negara, gambar-gambar pendiri bangsa masih ada di sini.
Tetapi di negara lain, mereka sudah bikin kajian-kajian di mana Republik Indonesia sudah dinyatakan tidak ada lagi tahun 2030. Bung, mereka ramalkan kita ini bubar!"
Demikian kata Prabowo dalam acara konferensi dan temu kader nasional Partai Gerindra di Bogor, Jawa Barat, Oktober tahun 2017.
Ungkapan Prabowo tersebut membawa negara ini berkaca tentang buruknya sistem pemerintahan, buruknya sistem hukum, dan bobroknya elite politik karena akhlak yang rusak, tergerus keserakahan dan hasrat merebut harta dan tahta.
Korupsi tingkat elite pemerintahan yang kian tinggi secara tidak langsung mengajarkan rakyat di negeri ini, bahwa mencuri dengan cara baik adalah hal yang wajar.
Tidak dipungkiri, nyaris seluruh pejabat pemerintahan memanfaatkan jabatannya untuk melakukan tindakan-tindakan KKN, hal itu dibuktikan dengan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang telah menangkap ratusan pejabat dalan kasus korupsi.
Begitu juga dengan aparat penegakkan hukum yang nyaris tak memiliki sikap teguh dalam keadilan, membuat hilangnya kepercayaan masyarakat akan penegakkan hukum di negara ini.
Lemahnya sistem pemerintahan dan penegakkan hukum menjadi barometer pasti bahwa ini secara tidak sadar berada pada kemunduran bahkan terancam bubar, diperkuat menumpuknua utang negara hingga mencapai ribuan triliun rupiah yang hingga saat ini belum mampu dilunasi.
Ancaman negara bubar bukan sebatas retorika jika praktik-praktik KKN terus tumbuh subur dan penegakkan hukum kehilangan marwah kejujuran
Jerman Timur, 1949-1990
Layanya Jerman Timur. Negara ini dibentuk dan dikendalikan oleh Uni Soviet dari Jerman setelah Perang Dunia Kedua.
Jerman Timur mungkin paling dikenal karena temboknya dan kecenderungannya untuk menembak orang-orang yang berusaha menyeberangi tembok tersebut, sekalipun yang menyeberang tembok tersebut adalah warga negara Jerman Timur sendiri.
Jerman Timur menjadi negara satelit dari Uni Soviet. Namun kehidupan masyarakatnya yang terbelakang terutama dari sisiekonomidengan saudaranya di Jerman Barat membuat Uni Soviet tak kuasa menahan cengkeramannya di negara ini dengan paham komunisme.
Keruntuhan Jerman Timur ditandai dengan runtuhnya Tembok Berlin, tembok yang memisahkan Jerman Timur dan Jerman Barat. Jerman Timur terintegrasi kembali ke seluruh Jerman pada tahun 1990.
Atau seperti Cekoslowakia yang bubar pada 1992.
Negara ini terbentuk dari sisa-sisa Kekaisaran Austro-Hongaria lama.
Negara ini sempat menjadi salah satu negara maju di Eropa ketika itu sebelum Perang Dunia Kedua.
Dikhianati oleh Inggris dan Prancis pada tahun 1938 di Munich, pada bulan Maret 1939 negara ini telah dikuasai sepenuhnya oleh Jerman, dan lenyap dari peta.
Kemudian ditempati oleh Soviet, yang mengubahnya menjadi negara bawahan lain dari Uni Soviet lama sampai negara itu runtuh pada tahun 1991.
Sistem pemerintahan dan penegakkan hukum yang korup menjadi penyebab utana dua negara itu akhirnya bubar dan hilang dari peta.
Dengan demikian, maka ungkapan Capres Prabowo terkait Indonesia bubar sesungguhnya dapat dimaknai sebagai semangat kesadaran untuk bersama-sama memperbaiki sistem kenegaraan yang rapuh, sistem pemerintahan dan hukum yang korup harus dilawan.
Oleh Fazar Muhardi
Golkar Riau Akan Dipimpin Seorang Pejuang, Bukan Petarung
Goresan; Nofri Andri Yulan, S.Pi (Generasi Muda Partai Golkar)1. PI (Parisman Ikhwan) didukung penuh oleh Ketua DPD I Partai Golkar…