RIAUBOOK.COM - Tidak sepantasnya pejabat negara atau wakil rakyat (legislator) hidup bermewah-mewah di tengah kondisi ekonomi yang kian menghimpit masyarakat, demikian akademisi Universitas Trisakti, Abdul Fikar Hadjar.

"Kalaulah berlaku pembuktian terbalik atas dasar kehidupan mewah para pejabat dan legislator, maka akan ketahuan harta benda mereka berasal dari mana saja, bahkan bisa mengarah pada temuan hukum," kata Abdul Fikar kepada pers di Pekanbaru, Jumat (10/2/2023).

Sebelumnya terdapat sejumlah legislator pusat asal Riau yang memiliki gaya hidup mentereng.

Salah satunya Anggota Komisi III DPR RI, Muhamad Rahul, yang menyelenggarakan pesta layaknya raja dengan taksir anggaran resepsi hingga miliaran rupiah.

Rahul merupakan politisi Partai Gerindra anak kandung dari Anggota Komisi VII DPR RI, Muhammad Nasir, politisi Partai Demokrat.

Sementara itu, M Nasir diketahui merupakan kakak kandung dari Muhammad Nazarudin, Bendahara Partai Demokrat yang jadi terpidana kasus korupsi Wisma Atlet Hambalang yang melibatkan perusahaannya, PT Anugerah Nusantara yang merupakan anak usaha dari Grup Permai.

Sebelumnya, anggota DPR RI, M Rahul melangsungkan pesta pernikahan di Hotel Aryaduta, Pekanbaru, Riau, pada pertengahan Desember lalu.

Gegara acara tersebut, Satlantas Polresta Pekanbaru sampai melakukan penutupan arus lalulintas di sekitar Jalan Diponegoro, yang merupakan jalan protokol.

Petugas kepolisian yang berjaga di Jalan Diponegoro, mengalihkan pengendara yang hendak melintas di depan Hotel Aryaduta, Pekanbaru.

"Saya pikir itu tidak patut dilakukan seorang anggota dewan di tengah situasi ekonomi rakyat yang kian sulit," kata Abdul Fikar.

Kuasai Banyak Proyek

Politik keluarga yang melibatkan M.Rahul, Nasir dan Nazarudin bahkan dikait-kaitkan dengan penguasaan sejumlah proyek BUMN dan BUMD di Riau, salah satunya pembangunan gedung BUMD PT. Bumi Siak Pusako (BSP).

Proyek yang dianggarkan sebesar Rp 87 miliar tahun 2021 lalu itu sampai saat ini kondisinya masih terbengkalai.

Hal itu terjadi sekitar akhir tahun 2021, dimana PT BSP memutus kontrak kerja PT Brahmakerta Adiwira yang ditunjuk sebagai kontraktor, karena dinilai melanggar aturan yang sudah disepakati (wan prestasi). 

Pantauan pers, lokasi pembangunan gedung PT BSP yang berada di persimpangan Jalan Arifin Ahmad - Jalan Sudirman, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau ini, sangat memprihatinkan.

Dari informasi yang diterima, proyek-proyek tersebut dikuasai oleh keluarga M. Nasir, termasuk juga proyek-proyek di perusahaan BUMN, PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).

Baik Rahul maupun M Nasir belum memberikan jawaban atau sanggahan atas informasi tersebut.

Abdul Fikar menjelaskan, saat ini banyak pejabat termasuk legislator beranggapan bahwa jabatan yang mereka terimaka merupakan rezki dan berkah, sehingga kemudian memanfaatkan kewenangannya dengan meraup kekayaan.

"Padahal jabatan itu adalah amanah yang seharusnya dijalankan dengan penuh tanggung jawab," katanya.

Menurut dia, partai seharusnya memiliki kewenangan untuk mengawasi dan memberi sanksi, bahkan mengganti legislator-legislator nakal yang memanfaatkan jabatannya untuk melakukan tindakan melawan hukum atau memperkaya diri.

"Saya pikir partai harus mengukur anggota dengan prestasi, para legislator yang tidak berprestasi dan hanya memperkaya diri sebaiknya diganti saja. Rakyat juga harus cerdas dalam menentukan pilihan," kata Abdul Fikar.

Sementara itu, untuk institusi hukum sebaiknya melakukan langkah-langkah penyelidikan untuk mengawali dilakukannya pembuktian terbaik.

"Karena dalam UU No. 20 Tahun 2001 juntp UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pembuktian terbalik itu berlaku bagi pejabat atau anggota dewan yang terbukti korupsi. Dan jika pembuktian terbalik dilakukan, maka akan ketahuan dari mana sumber kekayaan itu mereka dapatkan," demikian Abdul Fikar.

(fzr)