RIAUBOOK.COM - Dewan Pendidikan Riau menegaskan pungutan dalam bentuk apapun termasuk 'uang bangku' yang diterapkan sekolah saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah tindakan ilegal atau tidak dibenarkan dalam aturan apapun.
"Bahkan tidak boleh sekolah itu meminta pungutan lainnya saat PPDB, termasuk uang blangko maupun uang pendaftaran. Semuanya gratis saat PPDB," kata anggota Dewan Pendidikan Provinsi Riau Fendri Jaswir di Pekanbaru, Senin (15/7/2019).
Pernyataan Fendri menanggapi maraknya praktik pungutan liar atau ilegal di sejumlah sekokah di Pekanbaru.
Sebelumnya juga banyak orang tua calon siswa/i SMA dan SMK negeri di Pekanbaru mengeluhkan pungutan 'uang bangku' yang begitu besar, bahkan nilainya bisa mencapai Rp5 juta hingga Rp10 juta.
Fendri menjelaskan, dulu ada uang blangko dan uang pendaftaran, tapi sekarang tidak ada lagi, dan tidak boleh lagi.
Dia menjelaskan, pungutan sumbangan kepada orang tua siswa dan siswi boleh dilakukan ketika sudah mulai bersekolah minimal sebulan.
"Ketika sudah mulai proses belajar mengajar, baru pihak komite sekolah membicarakannya dengan orangtua siswa, termasuk soal uang pembangunan sekolah," katanya.
Fendri menjelaskan, bahwa setiap sekolah negeri memiliki beban biaya operasional yang besar, perhitungannya untuk SMA yakni mencapai Rp3,7 juta per siswa/i pertahun.
Sedangkan untuk kejuruan (SMK), demikian Fendri, kebutuhan operasional rutin sekolah bisa lebih besar dengan perkiraan Rp 4,5 juta per siswa.
"Nilai itu untuk biaya sekolah dan perlengkapan atau operasional, belum untuk pembangunan sekolah," Fendri menambahkan.
Dia katakan, jumlah kebutuhan operasional rutin tiap sekolah itu sesuai dengan kajian pihak kementerian pendidikan dan pemerintah daerah setempat.
Untuk diketahui pula, lanjut dia, sejauh ini pemerintah pusat dalam alokasi dana pendidikan baru mampu menutupi sekitar Rp1,4 juta per siswa/i untuk tiap sekolah yang disalurkan lewat Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Kemudian oleh pihak Pemprov Riau, kata Fendri, tahun lalu ditambah lewat Dana BOS Daerah sebesar Rp400 ribu per siswa/i.
"Artinya baru Rp1,8 juta yang tertutupi dan masih ada kekurangan sebesar Rp1,9 juta per siswa untuk SMA dan kekurangan Rp 2 juta per siswa untuk SMK," katanya.
Kekurangan itulah yang menurut Fendri, menjadi peran masyarakat, boleh orang tua siswa, masyarakat sekitar, pengusaha, dan perusahaan-perusahaan setempat.
Bagaimana agar bisa menutupi kekurangan itu, lanjut Fendri, maka disitulah perlu peran komite sekolah yang unsurnya terdiri dari orang tua siswa, tokoh masyarakat setempat, tokoh pendidikan setempat, dan siapun yang memiliki perhatian terhadap dunia pendidikan.
Komite ini pula yang menurut Fendri, bertugas merangkum dan melakukan upaya-upaya pengumpulan dana dari para donatur tersebut, termasuk boleh kepada otang tua siswa.
Namun kata dia, tetap proporsional dan tidak boleh pemerataan, tapi harus sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan dari para orang tua siswa tersebut.
"Dengan demikian, boleh ada klasifikasi agar tidak memberatkan. Misalnya yang kaya bayar besar, yang kalangan sederhana membayar dengan biaya kecil, dan yang miskin jangan dipungut biaya apapun," demikian Fendri. (fzr)
Ultimatum Virus Akalbudi
Oleh Chaidir (Ketum FKPMR) TAHUN 1445 Hijriyah tenggelam dalam tidurnya yang abadi. Selamanya akan berada dalam…