RIAUBOOK.COM - Sejarah masa peradaban mulai dari Kandis dan Padang Candi, Suku Laut, Talang Mamak, sampai mufti di Era Narasinga telah menuliskan keagungan kultur di "Bumi Lancang Kuning" yang bertahan memintas zaman.
Provinsi Riau dengan segala kekayaan alam dan ciri khas budayanya, kian hari terus memikat keinginan manusia dari berbagai belahan bumi lain, entah itu untuk berlibur, atau hanya singgah sejenak menikmati serpihan memori masa lalu.
"Negeri para raja" dengan segala pesonanya pun mampu memberikan kesan tersendiri kepada setiap pelancong yang datang.
Data Dinas Pariwisata Provinsi menunjukkan, setiap tahun kunjungan wisatawan mancanegara terus mengalami peningkatan.
Tercatat, tahun lalu sedikitnya ada 146 ribu wisatawan asing yang berkunjung ke "Bumi Melayu" ini, meningkat dari tahun 2017 yang hanya di kisaran 102 ribu orang.
Pemerintah Provinsi Riau dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan juga kian memantapkan haluannya dalam mengembangkan sektor pariwisata sebagai salah satu penggerak roda perekonomian daerah.
Mulai dari pariwisata berbasis budaya dengan tagline "Riau The Home Land Of Malay", sampai kepada wisata halal.
Memasuki pertengahan April 2019, Muslim Travel Index menetapkan Provinsi Riau di urutan ketiga sebagai daerah destinasi wisata halal di Indonesia.
Hal tersebut tentunya menjadi gairah baru bagi pemerintah setempat untuk terus menggenjot kunjungan wisatawan dari luar negeri, bukan hanya menarget kawasan Asia Tenggara tapi juga dari Timur Tengah.
Kepala Dinas Pariwisata Riau Fahmizal Usman mengatakan, dengan strategi wisata halal ini diharapkan peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara dapat lebih meningkat.
"Sebenarnya Riau sudah jalan (wisata ramah muslim), kita tinggal branding saja, karena pariwisata halal itu adalah muslim friendly, artinya wisatawan muslim yang datang ke Riau tidak ada masalah, terfasilitasi semua kebutuhannya, khususnya orang Islam," kata Fahmizal kepada RiauBook.com, Selasa (7/5/2019) di Pekanbaru.
Lebih lanjut Fahmizal menjelaskan, wisata ramah muslim sebenarnya tidak sama dengan wisata syariah seperti yang diterapkan di Mekkah, tapi lebih kepada memfasilitasi wisatawan muslim dalam urusan syariat saat berkunjung ke Riau.
"Kita bukan mau menjadikan Riau ini seperti Makkah Al Mukaromah, kita ada orang lain (agama lain), kita harus toleransi," kata dia.
Dikatakan dia, ada enam poin yang harus dipenuhi dalam melakukan branding wisata ramah muslim, di antaranya adalah menjamin kehalalan makanan dan minuman, menjamin fasilitas sholat, menjamin ketesediaan dan kebersihan toilet dan tempat wudhu
"Kemudian fasilitas Ramadhan, ini misalnya hotel dimana-mana sudah menyiapkan untuk buka bersama, menyiapkan makan sahur. Jadi kalau ada orang nginap di hotel Pekanbaru, menginap di mana saja gak repot mau makan sahur," kata dia.
Lanjut Fahmizal, juga menimalisir bahkan menjamin tidak ada aktivitas maksiat, "Ini yang mesti diatur benar. Tempat spa, salon, bukan gak boleh, di Mekah juga ada tempat spa, tapi tempat spa yang ada di tanah suci itu dia syariah, ini yang harus diatur oleh kabupaten/kota," ujarnya.
Selain itu, dikatakannya, wisata ramah muslim juga harus memiliki fasilitas tertentu yang terpisah gender, contohnya tempat wudhu terpisah antara laki-laki dan perempuan.
"Sebenarnya ramah muslim lebih ini lebih kepada tempat-tempat yang muslimnya sedikit, contoh di Bagan Siapi-api yang didominasi sama etnis Tionghoa, jadi dengan wisata ramah muslim ini orang tidak ragu makan di sana," terang Fahmizal. (RB/Dwi)
Golkar Riau Akan Dipimpin Seorang Pejuang, Bukan Petarung
Goresan; Nofri Andri Yulan, S.Pi (Generasi Muda Partai Golkar)1. PI (Parisman Ikhwan) didukung penuh oleh Ketua DPD I Partai Golkar…