RIAUBOOK.COM - Ketua Tim Hukum LPPHI Josua Hutauruk SH menyatakan Kuasa Hukum PT Chevron Pacific Indonesia keliru memahami legalitas akta pendirian dan akta perubahan LPPHI.
"Pengesahan Menkum HAM atas Perubahan Anggaran Dasar LPPHI Tanggal 5 Juli 2021, berarti menjadi mengukuhkan atau _bekrachtiging_ Surat Kuasa LPPHI tanggal 4 Juli 2021. Jika pun perubahan Anggaran Dasar itu tidak disahkan oleh Kemenkum HAM, maka surat kuasa itu tetap berlaku karena berdasarkan Anggaran Dasar LPPHI tahun 2018 yang sudah disahkan Menkum HAM Republik Indonesia," ungkap Josua Hutauruk.
Josua mengungkapkan hal tersebut, menyusul adanya dalil yang disampaikan Kuasa Hukum CPI ke Majelis Hakim PN Pekanbaru yang pada pokok menyatakan Surat Kuasa LPPHI kepada ia dan rekan-rekannya tidak sesuai hukum.
"Jadi sangat keliru jika para tergugat menyatakan bahwa gugatan LPPHI tidak dapat diterima karena alasan tanggal pada surat kuasa tersebut. Kami juga menyayangkan Kuasa Hukum para tergugat tidak cermat dan teliti membaca dokumen-dokumen yang kami sampaikan ke persidangan," tegas Josua.
*Ngawur surati Dekan FH Unilak*
Sementara itu secara terpisah, Pembina Lembaga Pencegah Perusakan Hutan Indonesia (LPPHI) Hariyanto, menyayangkan tidak cermatnya Kuasa Hukum PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Menteri LHK dan DLHK Riau dalam membaca dokumentasi kegiatan LPPHI sejak 2018 hingga 2021.
"Dalam dokumentasi kegiatan yang kami tampilkan ke pengadilan untuk memenuhi permintaan majelis hakim terkait dengan legal standing LPPHI mengajukan gugatan organisasi lingkungan hidup, yang kami paparkan adalah kegiatan bersama mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning. Bukan kerjasama dengan Fakultas Hukum Lancang Kuning, itu hal yang berbeda," ungkap Hariyanto kepada wartawan, Selasa (28/9/2021).
Hariyanto mengaku, ia kaget separoh geli melihat tanggapan Kuasa Hukum CPI, SKK Migas, Menteri LHK dan DLHK Riau yang secara kompak menyurati Dekan Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning untuk mengkonfirmasi kegiatan LPPHI bersama mahasiswa tersebut.
"Padahal kami terang dan jelas mengemukakan ke hadapan Majelis Hakim yang terhormat, bahwa anggota LPPHI pernah bersama dengan mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning ke Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Kasim. Tahura adalah hutan lindung di Minas. Kami mengecek hutan yang sudah menjadi kebun sawit dan perusahaan yang membuat kolam ikan di dalam kawasan hutan tanpa pelepasan kawasan dari Kementerian LHK, dan membuat bendungan air tanpa izin di dalam kawasan hutan," beber Hariyanto.
"Jadi, kerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning berbeda dengan pergi bersama mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning. Jadi, sekali lagi kami tegaskan, LPPHI tidak pernah mengatakan bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning. Tapi pernah bersama mahasiswa Fakultas Hukum Lancang Kuning ke Tahura. Jadi, kuasa hukum CPI tidak teliti membaca. Hanya asal menjawab secara ngawur," lanjut Hariyanto.
Terkait kegiatan LPPHI bersama mahasiswa tersebut, Hariyanto menjelaskan bahwa saat itu, konteksnya para mahasiswa itu sedang mempelajari hukum di bidang kehutanan dan lingkungan hidup.
"Karena memang saat itu mereka mau membuat proposal penelitian mengenai hukum kehutanan," beber Hariyanto.
Sementara itu, Sekretaris LPPHI Popy Ariska yang waktu itu turun langsung bersama mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning, menceritakan, waktu itu ada enam orang mahasiswa yang turun ke lapangan di Minas. Selain itu ada di antaranya dari LPPHI. Popy pada saat itu juga merupakan mahasiswa. Popy waktu itu turun bersama Hariyanto dan seorang anggota LPPHI bernama Gatot yang bertugas mengambil titik koordinat.
"Nama-nama teman-teman mahasiswa yang turun ke lapangan pun saya masih ingat. Jika memang Majelis Hakim yang Terhormat membutuhkan kesaksian, kami siap dipanggil kok," ungkap Popy dengan santai.
Sementara itu, sebagaimana diketahui, LPPHI telah melayangkan Gugatan Lingkungan Hidup ke Pengadilan Negeri Pekanbaru terhadap PT Chevron Pacific Indonesia, SKK Migas, Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup serta Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor register 150/PDT.G/LH/2021/PN.Pbr Tanggal 6 Juli 2021.
Pada sidang keenam yang berlangsung pada 23 September 2021 lalu di PN Pekanbaru, para tergugat telah menyerahkan tanggapan tertulis mereka kepada majelis hakim. Majelis hakim lantas akan membacakan penetapan apakah gugatan LPPHI dapat diterima atau tidak pada sidang selanjutnya yang akan berlangsung 7 Oktober 2021 mendatang.(rls)
Ultimatum Virus Akalbudi
Oleh Chaidir (Ketum FKPMR) TAHUN 1445 Hijriyah tenggelam dalam tidurnya yang abadi. Selamanya akan berada dalam…