RIAUBOOK.COM - Seorang mantan manajer kebun eks PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V diketahui memiliki lahan perkebunan sawit seluas ribuan hektare yang berlokasi di sejumlah wilayah di Provinsi Riau, perkiraan nilai asetnya mencapai Rp375 miliar.
Dari investigasi RiauBook.com, Senin (19/2/2024), seorang mantan pejabat eks PTPN V tersebut berinisial M, memiliki lahan sawit seluas 300 hektare di daerah Kualu, Kecamatan Tambang, Kabupaten Kampar.
"Benar ini kebun milik M mantan manager PTPN V, luasnya sekitar 300 hektare," kata Johnson, seorang penjaga kebun tersebut ditemui pers.
Dia juga menjelaskan, bahwa M juga memiliki lahan seluas 1.500 hektare di Kabupaten Siak yang dia beli dari perusahaan PT.KKK dan saat ini telah ada puluhan karyawan termasuk pemanen di perusahaan itu.
"Bukan cuma ini, di Siak juga ada kebun dia luasnya sekitar 1.500 hektare, lengkap dengan alat berat dan angkutan buah sawit dibeli dari PT.KKK," katanya.
Jika dikalkulasikan dengan harga perkebunan sawit saat ini yang mencapai Rp250 juta per hektare, maka nilai aset kebun milik M setara dengan Rp375 miliar.
Dari mana uangnya?
RiauBook.com mencoba menelusuri, M diketahui sebelumnya menjabat sebagai manager di kebun PTPN V pada tahun 1999 hingga 2002.
Pada saat itu, dari keterangan sejumlah karyawan perusahaan BUMN ini, diperkirakan gaji seorang manager masih sekitar Rp8 juta hingga Rp10 juta per bulan, termasuk tunjangan.
"Karena waktu itu gaji karyawan biasa saja masih sekitar Rp700 ribu hingga Rp1 juta per bulan. Gak mungkin dia bisa beli lahan sawit seluas itu kalau hanya mengharapkan gaji," katanya.
Sumber lainnya menjelaskan, bahwa banyak pejabat PTPN V dari dulu kerap memanfaatkan fasilitas perusahaan untuk kepentingan pribadinya.
"Termasuk menggunakan alat berat dan karyawan perusahaan untuk kepentingan pribadi. Waktu itu perusahaan banyak program pengembangan atau perluasan lahan, dan bisa jadi di sana banyak 'mainnya'," kata sumber.
Selain M, dilaporkan juga banyak pejabat dan mantan pejabat PTPN V yang memiliki lahan perkebunan sawit dengan luasan yang tidak masuk akal.
Di daerah Tandun, Kabupaten Rokan Hulu, kabarnya ada mantan General Manager (GM) PTPN V berinisial S memiliki kebun sawit bahkan hingga lebih 3.000 hektare.
"Masih banyak lagi, kalau mau ditelusuri tak terhitung jumlah pejabat dan mantan pejabat PTPN V yang memiliki aset kebun sawit tidak masuk akal, jumlahnya ribuan hektare per orang," katanya.
Masuk TPPU
Sebelumnya Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Dharma Andigha Bogor, Raden Adnan, S.H., M.H mengatakan sejumlah pejabat PTPN V harus bisa membuktikan asal kekayaan dan asetnya, jika tidak maka itu bisa masuk perkara tindak pidana pencucian uang atau TPPU.
'Perampasan' harta kekayaan para pejabat dan mantan pejabat BUMN PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V yang saat ini gabung ke dalam PTPN IV sebagai entitas bertahan Palmco harus dilakukan untuk mengurangi beban utang perusahaan itu yang mencapai triliunan rupiah.
"Kasusnya sama saja dengan kasus mantan pejabat pajak Rafael Alun yang diungkap dari gaya hidup hedon keluarganya di media sosial," kata Adnan.
Menurut dia, PTPN V selama beroperasi sejak tahun 1996 telah memiliki banyak persoalan, kondisi itu utamanya disebabkan maraknya kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) para pejabatnya.
"Bukan rahasia umum lagi, PTPN V itu seperti perusahaan keluarga, bahkan banyak jabatan-jabatan strategis diisi oleh orang-orang yang memiliki beking orang dalam," katanya.
Adnan meyakini, di tubuh perusahaan BUMN itu banyak praktik korupsi yang menguntungkan para pejabatnya dan sangat merugikan negara.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menurut Adnan sebaiknya masuk untuk melakukan 'bersih-bersih' ke dalam perusahaan itu bahkan menelusuri harta kekayaan para pejabat dan mantan pejabatnya.
"Saya yakin banyak 'Rafael-Rafael' di PTPN V yang membuat perusahaan itu kemudian mengalami situasi yang sulit. KPK bisa menelusuri harta kekayaan dan aset para pejabat dan mantan pejabatnya, lakukan pembuktian terbalik dan perampasan untuk mengurangi beban utang yang perusahaan tanggung," katanya.
Sebelumnya NGO Reformasi Energi Riau (RER) menemukan banyaknya indikasi dugaan korupsi di dalam tubuh PTPN V sejak awal berdiri ditahun 1996.
RER menduga indikasi korupsi terjadi mulai dari pengembangan atau perluasan lahan perkebunan sawit lewat program Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) dan dugaan banyaknya lahan perusahaan yang diserobot oleh kalangan pejabat dan mantan bejabat PTPN V mulai pada tingkat Asisten, Manager, Kepala Urusan, Kepala Bagian, hingga General Manager (GM) bahkan direksi terdahulu.
Profile PTPN V
Dari penelusuran RiauBook.com, PTPN V pada awalnya merupakan Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PP) No. 10 tahun 1996 tanggal 14 Pebruari 1996 tentang Penyetoran Modal Negara Republik Indonesia untuk pendirian Perusahaan. Pada awalnya merupakan konsolidasi proyek-proyek pengembangan kebun eks PT Perkebunan (PTP) II, PTP IV dan PTP V di Provinsi Riau.
Anggaran Dasar Perusahaan diaktakan oleh Harun Kamil SH., Notaris di Jakarta dengan Akta No. 38 tanggal 11 Maret 1996 dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia No. C2-8333.HT.01.01TH.96 tanggal 8 Agustus 1996 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia No. 80 tanggal 4 Oktober 1996 serta Tambahan Berita Negara Republik Indonesia No. 8565/1996.
Anggaran Dasar Perusahaan telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan pada tahun 2014 sejalan dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2014 tentang Penambahan Penyertaan Modal Negara Republik Indonesia ke dalam Modal Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perkebunan Nusantara III yang mengalihkan 90 persen saham PTPN V dari milik Negara menjadi milik PTPN III.
Perubahan struktur saham ini merubah status Perusahaan dari BUMN menjadi Anak Perusahaan Holding BUMN Perkebunan dengan PTPN III sebagaiChampion.
Perubahan Anggaran dasar terakhir dituangkan dengan Akta No. 12 tanggal 25 Juli 2019 dibuat dihadapan Nanda Fauz Iwan, SH. M.Kn. Notaris di Jakarta Selatan. Dan telah mendapat pengesahan dari Menkumham RI melalui Surat Nomor: AHU-0056202.AH.01.02 Tahun 2019 tanggal 23 Agustus 2019.
Perusahaan per November 2019 memiliki kebun inti sawit dengan total luas areal tanaman seluas 78.340,09 Ha dengan komposisi TM seluas 57.419,60 ha, TBM seluas 17.540,09 ha, TB/TU/TK seluas 2.736, areal bibitan seluas 127,40 ha dan areal non produktif seluas 517 ha. Perusahaan juga memiliki kebun inti karet dengan total luas areal 8.184 ha dengan komposisi TM seluas 5.215 ha, TBM seluas 2.898 ha, TB/TU/TK seluas 68 ha dan bibitan seluas 3 ha.
Bersambung....
Refleksi SMSI Akhir Tahun 2024: Pilar Indonesia Emas 2045
RIAUBOOK.COM, JAKARTA - Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menyampaikan catatan akhir tahun 2024 dengan menyoroti kiprah Presiden Prabowo Subianto dalam…