Profesor Ward Berenschot dalam bukunya berjudul 'Kehampaan Hak: Masyarakat versus Perusahaan Sawit di Indonesia' mengungkap, ada banyak elemen perilaku konflik perusahaan yang sesungguhnya.

"Karena praktik kolusi yang acap kali bersifat rahasia sulit untuk diukur, kami menganalisis frekwensi tindakan kekerasan dalam menghentikan aksi protes, kriminalisasi tokoh masyarakat, dan perampasan tanah," kata Ward.

Selain itu lanjut dia, sebagai indikator upaya dan kemauan perusahaan untuk menyelesaikan konflik dan menangani keluhan, pihaknya menyelidiki sebarapa sering konflik yang tengah dikaji membuahkan kesepakatan bersama antara masyarakat dan perusahaan.

Materi ini memberi informasi tentang apakah perushaan yang telah menyepakati kode etik 'Roundtable on Sustainable Palm Oil' (RSPO) memiliki prilaku yang berbeda dari perusahaan-perusahaan yang belum menjadi anggota RSPO.

Namun faktanya, menurut Ward, RSPO belum menjamin konflik kelapa sawit terselesaikan, karena faktanya masih banyak kasus-kasus antara masyarakat dan perusahaan perkebunan sawit yang merupakan anggota RSPO.

Menurut data yang dirangkum, sedikitnya ada 150 kasus konflik yang berujung pada penangkapan dan kekerasan terhadap warga.

Dari 64 perusahaan RSPO, 44 kasus atau sekitar 68,7 persen masih terlibat dalam kasus perampasan tanah masyarakat yang diambil tanpa persetujuan (dirampas).

"Kasus perampasan tanah masyarakat juga dilakukan oleh perusahaan bukan anggota RSPO, yakni sebanyak 86 kasus," katanya.

Sementara itu, Ward juga menjelaskan, kasus kekerasan terhadap warga oleh perusahaan juga marak terjadi, 19 kasus dilakukan oleh anggota RSPO dan 13 kasus bukan anggota RSPO.

Kemudian dari berbagai kasus tersebut, lanjut dia, juga ada kasus penangkapan para pemimpin aksi protes yakni 29 kasus dilakukan perusahaan anggota RSPO dan 34 kasus dilakukan perusahaan non-RSPO.

Ward mengungkap, dari ratusan kasus konflik masyarakat 'versus' perusahaan itu, sangat minim hadirnya pemerintah untuk memberikan sulusi kongkret.

Terbukti, hanya 17 kasus atau 11 persen dari konflik yang terjadi antara masyarakat dan korporasi yang berakhir pada kesepakatan dua belah pihak, namun selebihnya sekitar 133 kasus atau 89 persen tidak terselesaikan dan mendatangkan kerugian bagi warga.

Bersambung.....

Oleh Fazar Muhardi