Riau Book - Pulau Kijang bagai kota mati, terlihat gelap gulita di malam hari. Ya ibukota dari Kecamatan Reteh (salah satu kecamatan di Kabupaten Indragiri Hilir) memang mengalami pemadaman listrik yang sangat parah.

Terhitung sampai saat ini, Jumat (9/12/2016) pukul 23.59 sudah 30 jam lampu (listrik) padam. Ya 30 jam, dan itu kemungkinan besar akan bertambah, berdasarkan informasi dari mulut ke mulut oleh sebagian warga Pulau Kijang.

Sampai saat ini belum ada informasi resmi yang didapatkan dari pihak PLN terkait penyebab mati lampu tersebut. Mati lampu memang merupakan masalah kronis di wilayah ini (berdasarkan pengalaman penulis ini sudah terjadi sejak tahun 2000-an awal) dan sampai saat ini belum ada upaya sangat serius dari PLN untuk mengatasi masalah ini (beberapa upaya pernah dilakukan, termasuk mendatangkan mesin baru ketika pembangkit masing menggunakan tenaga diesel, PLTD).

Tentu saja ini sangat mengganggu aktivitas warga, apalagi yang sangat tergantung dengan listrik (bayangkan saja, untuk charger HP saja sebagian warga harus ke konter dan itu harus bayar Rp 2.000, istilahnya uang minyak).

Sebenarnya banyak lagi kerugian lain, namun bagi masyarakat tidak sempat lagi untuk mendata segala kerugian, karena ujung-ujungnya semua itu tidak juga mampu menggugah pihak PLN (dan semua stakeholder terkait) untuk sangat serius, sekali lagi, sangat serius menangani pemadaman yang terjadi berulang-ulang (setiap tahun, pemadaman listrik selalu berulang tahun di Pulau Kijang).

Dan parahnya lagi, ini bukan hanya terjadi di Pulau Kijang, di sebagian besar wilayah Kabupaten Indragiri Hilir, pemadaman listrik merupakan makanan sehari-hari bagi masyarakat. Namun itu masih patut disyukuri, kenapa? Karena menurut sebuah data yang pernah penulis baca di sebuah media cetak lokal (tanggalnya sudah lupa), di Indragiri Hilir masih ada ratusan desa yang tidak teraliri listrik (tepatnya ada 149 desa).

Angka itu sebenarnya tidak mengherankan, atau setidaknya tidak cukup membuat kita terperangah. Namun bila dibandingkan dengan jumlah desa dan kelurahan di Indragiri Hilir yang jumlahnya sekitar 260-an desa/kelurahan (koreksi jika salah), maka jumlah yang tidak teraliri listrik mencapai 50 persen lebih.

Artinya, dari data tersebut, rasio elektrifikasi di Indragiri Hilir (ini hanya hitungan amatiran) pasti di bawah 50 persen. Masih kalah sama rasio elektrifikasi Riau yang mencapai 70 persen. Apakah Indragiri Hilir kabupaten dengan rasio elektrifikasi terendah di Riau? Wallahu a'lam.

Namun yang pasti janji PLN untuk meminimalkan pemadaman listrik, patut ditunggu, tentunya bukan hanya di kota-kota besar, tapi juga di daerah-daerah pelosok negeri ini, sebagaimana salah satu Nawacita Presiden Jokowi, membangun Indonesia dari pinggiran.

Patut juga ditunggu langkah Presiden terkait soal ketenagalistrikan secara menyeluruh. Setelah berniat menyelidiki mangkraknya mega proyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (kabarnya ingin melibatkan KPK dalam penyelidikan tersebut), ditunggu juga aksinya Presiden untuk menuntaskan pemadalam listrik yang menghantui masyarakat.

Semoga saja terang bulan malam ini, dapat mengobati sedikit kerinduan masyarakat akan cahaya terang yang sudah tidak dirasakan semenjak 30 yang lalu. Semoga. (RB/habir)

Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau