ADA dua hal yang perlu dicermati sekaligus juga menarik untuk disimak kalau membuka catatan sejak dilantiknya Septina Primawati sebagai ketua DPRD Riau.
Di mana hampir dapat dipastikan, setiap istri mantan Gubernur Riau Rusli Zainal memimpin sidang selalu saja ada interupsi. Tercatat ketika perdana memegang palu - Septina Primawati sudah "kehujanan" interupsi yang bertubi- tubi.
Interupsi menurut definisi kamus besar bahasa indonesia ( KKBI ) artinya penyelaan atau pemotongan pada pembicaraan. Dalam hal ini adalah penyelaan pembicaraan yang dilakukan oleh anggota dewan ketika berlangsung rapat paripurna.
Dalam tata tertib anggota DPRD provinsi Riau, melakukan interupsi diatur pada paragraf 6 bab tata cara pembicaraan rapat. Disebutkan pada pasal 92 ayat satu bahwa setiap waktu dapat diberikan kesempatan kepada anggota rapat untuk melakukan interupsi.
Tujuan interupsi untuk meminta penjelasan tentang persoalan yang sedang dibicarakan. Menjelaskan soal yang didalamnya menyangkut tugas. Interupsi juga bisa beripa usulan prosedur materi yang dibicarakan. Bahkan interupsi juga dapat mengusulkan supaya ditunda atau diteruskan rapat yang sedang berlangsung.
Rabu 23 november, Pada rapat paripurna yang dihadiri Gubernur Arsyajuliandi Rachman serta lengkap 4 pimpinan DPRD kembali panen interupsi. Hampir selalu sama interupsi tidak hanya datang dari dari Fraksi yang beda, bahkan anggota dari Fraksi Golkar tempat naungan Septina juga tidak kalah nyaring memencet mesin pengeras suara meneriakkan interupsi.
Subtansi interupsi rata- rata sama, terkait tidak konsistennya agenda acara yang telah dijadwalkan oleh badan musyawarah ( banmus ). Contohnya sebut saja pada agenda rapat paripurna 23 november. Pimpinan DPRD mengundang anggota untuk menghadiri rapat paripurna dengan agenda penandatanganan kesepakatan KUA - PPAS tahun 2017.
Seusai penandatangan tidak urung kembali Pimpinan DPRD " Diserang" interupsi. Masalahnya persis mengulang kasus pada sidang perdana yang dulu. Pimpinan menambah agenda yang tidak diketahui oleh anggota serta belum dibahas atau disepakati oleh banmus.
Pada rapat paripurna 23 november jelas agenda sesuai undangan hanya tunggal yaitu penandatanganan KUA - PPAS. Namun oleh pimpinan rapat dibacakan tambahan agenda yaitu tentang usulan pembangunan tahun jamak jembatan Siak 4.
Tak pelak hujan interupsi kembali menggema di ruang sidang rapat paripurna. Mempertanyakan munculnya penambahan agenda. Supriyati anggota yang bernaung satu Fraksi dengan ketua Septina dengan tegas mengingatkan kepada pimpinan DPRD untuk mematuhi kerja banmus.
Reaksi anggota lainnya juga tidak berbeda mempertanyakan sikap pimpinan yang dipandang selalu mengulang cara kerja tanpa pemberitahuan dan pembahasan yang terang. Kasus serupa persis mengulang ketika Septina pertama kali memimpin rapat, ada agenda tambahan tanpa mekanisme pembahasan di Banmus.
Jelas yang demikian mengulang dan mengulang lagi mekanisme yang pincang. Akhirnya memancing reaksi anggota untuk angkat interupsi.
Semangat interupsi menjadi hal yang perlu dicermati ketika pimpinan mengulang persoalan yang sama. Padahal jika ditempuh dengan mekanisme, dan kalaupun tidak sempat sampai di Banmus - minimal duduk bersama antara 4 pimpinan dewan dengan pimpinan fraksi sebelum rapat paripurna sebagai solusi yang bijak. Tetapi cara demikian juga tidak ditempuh oleh pimpinan.
Gaduhnya agenda setiap rapat paripurna tidak terlepas dari bagaimana kepiawaian Sekwan dalam mengemas kinerjanya. Sekwan ibarat jantungnya legislatif - lembaga DPRD, sebagaimana Sekda jantungnya Gubernur - eksekutif.
Jika saja Sekwan mampu memahami tupoksi dan ahli komunikasi maka agenda di internal sekretariat dengan pimpinan anggota Dewan akan menghasilkan kinerja yang tangguh. Langkah ini sekaligus akan membuat sinergi yang baik antara Gubernur dengan lembaga DPRD.
Sekwan dan kepala bagian ( kabag ) dituntut menjembatani setiap agenda dan kegiatan telah dan akan di laksanakan. Sekwan tidak saja dituntut mampu mencairkan sekat- sekat komunikasi lembaga DPRD dengan eksekutif, tetapi juga bisa membuat suasana yang nyaman antara pimpinan dengan anggota. Plus anggota dengan sekretariat disamping juga harus harmonis di internal sekretariat sendiri.
Namun, akan menjadi preseden yang buruk bagi lembaga DPRD jika terus terjadi pengulangan kesalahan baik pada agenda rapat ataupun pada kegiatan yang lainnya. Tanpa perubahan menuju lebih baik hari ini dengan hari esok maka hanya akan menjadi merugi dan sia-sia alias tidak akan berhenti hujan interupsi.
Dilihat dari sisi lain yang membuat menarik adalah banyak interupsi boleh jadi menandakan ruang paripurna menjadi tempat yang hidup untuk mendengarkan dan memberi masukan yang bernilai tinggi - sebagai ajang menyampaikan pandangan demi memajukan dan membangun Riau yang kita cintai. Semoga interupsi jauh dari keinginan memaksakan kehendak kelompok apalagi pribadi. Aminn ***
Oleh : Bagus Santoso, Anggota Fraksi PAN DPRD Riau
Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau



Golkar Riau Akan Dipimpin Seorang Pejuang, Bukan Petarung
Goresan; Nofri Andri Yulan, S.Pi (Generasi Muda Partai Golkar)1. PI (Parisman Ikhwan) didukung penuh oleh Ketua DPD I Partai Golkar…