Riau Book - (Berbagai survei yang dilakukan di Amerika Serikat untuk mengetahui pilihan masyarakat akan pilihan mereka terhadap presiden pengganti Barack Obama mayoritas mengunggulkan Hillary Clinton. Istri dari mantan Presiden Bill Clinton tersebut sudah diprediksi akan menduduki kursi nomor satu di negeri Paman Sam tersebut. Namun setelah pemilihan berlangsung, prediksi tersebut terpatahkan dengan keunggulan Donald Trump, yang membuat kredibilitas sejumlah lembaga survei menjadi taruhannya. Bagaimana dengan ibukota negeri ini, Jakarta, apakah Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan membuat kejutan serupa? Setelah dalam sejumlah survei elektabilitas Ahok terus menunjukkan tren menurun)
Beberapa jam sebelum hari-H Pemilihan Presiden Amerika Serikat digelar The New York Times menurunkan artikel berjudul Who Will Be President? Dari berbagai jajak pendapat yang kredibel, surat kabar berpengaruh ini menyimpulkan: Hillary Clinton punya 85 persen kans untuk menang.
Dan kesimpulan New York Times atas berbagai jajak pendapat itu ternyata salah besar. Donald J. Trump memenangkan pertarungan dengan selisih suara elektoral yang besar. Prediksi jungkir balik. Angka-angka hasil jajak pendapat meleset jauh dari kenyataan.
Hari itu juga, surat kabar berpengaruh lainnya, USA Today menurunkan artikel: "How did pollsters get Trump, Clinton election so wrong?"
Tulisan itu langsung dibuka dengan kalimat menghunjam: "Kemenangan Donald Trump menjadi pukulan mematikan terhadap kredibilitas lembaga survei terkemuka di negeri ini."
Sementara Anderson Cooper, pembawa acara terkenal CNN bertanya bingung: "What did everyone get wrong?"
Pendeknya, kemenangan Donald Trump adalah kejutan dari sebuah perhelatan besar yang diikuti mata dunia menit demi menit. Saya pun mengikutinya dengan antusias lewat CNN, Fox dan BBC dari Jakarta. Perhelatan di kampung halaman Facebook ini terlalu besar untuk diabaikan.
Begitulah. Trump, sang raja kasino Amerika, membalikkan semua kepercayaan diri yang kokoh dari akademisi, pengamat, politisi yang semuanya berdasarkan jajak pendapat (polling) yang sungguh akurat.
Situs politik populer, RealClearPolitics menulis, berbagai lembaga survei secara konsisten memenangkan Hillary Clinton di pekan terakhir sebelum pemilihan. Termasuk di antaranya Bloomberg Politics, CBS News, Fox News, Reuters/Ipsos, USA TODAY/Suffolk, Quinnipiac, Monmouth, Economist/YouGov dan NBC News/SM. Dari 67 penelusuran jajak pendapat secara nasional, hanya empat yang memberi ruang pada kemenangan Trump.
Mengapa hasil pemilihan presiden Amerika Serikat -- atau tepatnya rakyat pemilih di AS -- yang begitu modern, terbuka, demokratis bisa tak sesuai hasil jajak pendapat?
Inilah kekuatan single majority yang tak terangkum. Terserak di seluruh penjuru AS, mereka ini tak terpengaruh oleh latar belakang Donald Trump, tabiatnya yang rasis, menghindari pajak atau kelakuannya di masa lalu yang melecehkan perempuan. Yang mereka tahu hanya bahwa Trump datang dengan janji untuk membangun kembali kejayaan Amerika yang tegas-tegas diteriakkannya sebagai semboyan kampanye.
Trump kontroversial -- anti imigran, anti Islam -- dan orang-orang yang diam itu enggan mengakui secara terbuka dukungan terhadapnya. Mereka tak mau menjawab dengan jujur pertanyaan lembaga survei. Walhasil, hasil jajak pendapat yang dibaca khalayak pun tak akurat.
Setiap kali muncul kandidat populer yang tak umum -- kulit hitam, minoritas, atau kontroversial -- di setiap pemilihan umum di AS, masyarakat akan kembali khawatir dengan Bradley Effect, istilah yang diambil dari nama Tom Bradley, kandidat terkuat Gubernur California pada pemilihan tahun 1982.
Saat itu, Tom Bradley, seorang kulit hitam keturunan Afrika, menjadi salah satu calon yang berebut jabatan Gubernur California. Hasil berbagai jajak pendapat menunjukkan Tom Bradley pasti memenangkan pertarungan. Tapi kejutan datang setelah pemilihyan. Ia kalah. Survei tak akurat, masyarakat pemilih tak jujur ke lembaga survei. Mereka enggan mengakui bahwa mereka belum bisa menerima Tom Bradley menjadi gubernur tapi pengakuan itu hanya mereka ungkapkan di bilik suara.
Satu soal lagi, lembaga survei mengenal istilah Top of Mind, nama yang teringat pertama kali dalam sebuah situasi. Nama-nama yang diteriakkan tiada henti akan mengisi ruang yang besar di memori orang banyak, bersemayam di pikiran dan relung hati. Nama itu akan muncul mengejutkan jika meloncat keluar lewat ujung jari -- di bilik-bilik suara.
Karena itulah, membantu mereka yang tekun meneriakkan kemarahan kepada Basuki Tjahaja Purnama -- di mana pun berada, di ibukota atau di daerah -- saya dengan rendah hati membantu menyebarkan pesan ini. Agar Anies-Sandi atau Agus-Sylvi tak berkeringat sia-sia.
Ongkos kampanye sungguh mahal. Sayang kalau mereka menghilang di ingatan publik.
(dikutip dari FB Bang Tomi Lebang https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10209135505639391&id=1072002562)
Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau



Golkar Riau Akan Dipimpin Seorang Pejuang, Bukan Petarung
Goresan; Nofri Andri Yulan, S.Pi (Generasi Muda Partai Golkar)1. PI (Parisman Ikhwan) didukung penuh oleh Ketua DPD I Partai Golkar…