RIAUBOOK.COM - Sejumlah tokoh masyarakat yang tergabung dalam Forum Tokoh Etnis (FTE) Riau merekomendasikan para pemegang saham terutama Pemerintah Kabupaten Siak sebagai pemegang saham pengendali untuk segera mencopot Direktur Utama (Dirut) PT Bumi Siak Pusako (BSP).
"Peristiwa kebocoran pipa Coastal Plain Pekanbaru (CPP) Block yang membuat pengangkutan minyak harus dilakukan manual tentu mendatangkan kerugian bagi negara dan daerah.
Kejadian ini harus menjadi dasar bagi pemegang saham untuk mengevaluasi seluruh pimpinan BSP," kata Tokoh Melayu sekaligus Ketua Umum Persebatian Masyarakat Riau (PMR) Ir. H. Nasrun Effendi, MT lewat telekomunikasi kepada RiauBook.com, Selasa (26/3/2024).
Sementara itu Tokoh FTE lainnya, DR. Viator Butarbutar, mengungkap, selama ini managemen BSP dipenuhi oleh orang-orang yang tidak profesional karena diterima/diangkat bukan berdasarkan etos kerja malainkan pertimbangan politik dan keluarga.
"Jadi direksi dan manajemen BSP itu produk nepotism, bukan professionalism," kata Viator yang merupakan salah satu tokoh perjuangan merebut CPP Block.
Viator menjelaskan, BSP dalam menjalankan bisnisnya seperti mengedepankan budaya yang buruk; "Inyo ka Inyo sajo".
"Bahkan selama ini BSP sangat membatasi diri dalam rekrutmen tenaga kerja profesional, semuanya titipan anak keponakan para pemegang saham. Terus kita mau berharap apa untuk BSP?" kata dia.
Semasa Bupati Arwin AS
Viator mengungkap, dulu semasa Bupati Saik dijabat oleh Arwin AS (2001-2011), operasi CPP Blok dalam pengelolaan bersama Pertamian berjalan baik.
Hal itu menurut dia tidak lepas dari komukasi Arwin yang baik terhadap para tokoh untuk meminta masukan-masukan terkait pengelolaan wilayah kerja migas BSP.
"Seharusnya Alfedri juga bisa melakukan hal yang sama, dan jangan takut untuk bertindak termasuk merombak managemen BSP ketika memang itu perlu dilakukan demi perbaikan pengelolaan CPP Block," katanya.
Menurut Viator, para pemegang saham BSP harus mengedepankan aspek profesionalism, jangan ada lagi unsur kepentingan politik dan keluarga.
"Itu kalau mau BSP maju," katanya.
'Berdarah-darah' Rebut CPP Block
Tokoh Melayu Riau, Nasrun Effendi mengungkap sejarah dalam pengelolaan CPP Block.
Dulu pihaknya bersama para tokoh lainnya pada tahun 1999 'berdarah-darah' dalam memperjuangkan CPP Block agar dikelola oleh daerah.
Namun saat ini setelah ditangan BSP, demikian Nasrun, justru tidak dikelola dengan baik sehingga terjadi peristiwa 'pipeline congeal' atau pembekuan minyak dalam pipa hingga kebocoran pipa yang mendatangkan kerugian bagi negara dan pemda selaku pemegang saham.
"Peristiwa itu terjadi akibat kelalaian managemen BSP selaku pengelola tunggal. Belum 3 tahun dilepas sebagai pengelola tunggal sudah terjadi hal-hal yang merugikan. Pemegang saham harus pecat direksinya," kata Nasrun.
Dia mengingatkan, bahwa merebut CPP Block bukanlah hal yang mudah, butuh perjuangan yang berat dan kekompakan.
Jadi setelah dikelola oleh daerah, demikian Nasrun, seharunya CPP Block lebih menguntungkan, bukan malah merugikan rakyat.
"Jangan kira CPP Block itu dikasih percuma begitu saja oleh pusat, semuanya butuh perjuangan panjang mulai orde baru hingga reformasi," katanya.
Waktu itu tahun 2000, saat serah terima dari Caltex, produksi minyak CPP Block masih mencapai 5 ribu barel per day.
"Kondisi itu harusnya yang dipertahankan BSP," katanya.
Dulu kata Nasrun, ada banyak saran dari para ahli dalam mengelola CPP Block, salah satunya dari seorang mantan Chevron bernama Arudji Pudri, saat itu terwacanakan operasi bersama yang kemudian dikenal BOB Pertamina BSP
Arudji Pudri kemudian menjadi pimpinan pertama yang selalu intens berkomunikasi dengan para ahli, salah satunya dengan mantan Wakil Menteri ESDM Widjajono Partowdagdo.
"Waktu itu (2000) Pak Widjajono belum menjadi Wamen, namun dia memberi saran agar BSP terus merawat sumur sumur minyak yang sudah ada dan jangan menambah garapan karena itu akan menambah cost," katanya
Namun dalam perjalannya, BOB Pertamina BSP kemudian berinisiasi untuk menambah wilayah eksplorasi dan membuat sumur sumur baru yang pada akhirnya menambah biaya operasional CPP Block.
"Kondisi itu tentu sangat disayangkan, ketika penambahan sumur dilakukan, namun produksi justru terus menurun sementara biaya perawatan terus membengkak," katanya
Situasi itu semakin parah ketika kemudian pada tahun 2022 pemerintah memberikan hak kelola penuh kepada BSP yang terbukti minim dalam perawatan aset termasuk pipa yang sudah sangat tua.
Kalau hanya megejar laba tinggi tanpa ada perawatan uang baik terhadap aset, demikian Nasrun, maka dampaknya ya akan jauh lebih merugikan para pemegang saham.
"Salah satunya peristiwa pembekuan minyak dan kebocoran pipa yang tentu berimbas pada kerugian negara dan daerah, khususnya rakyat Riau," kata Nasrun. (fzr)
Refleksi SMSI Akhir Tahun 2024: Pilar Indonesia Emas 2045
RIAUBOOK.COM, JAKARTA - Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) menyampaikan catatan akhir tahun 2024 dengan menyoroti kiprah Presiden Prabowo Subianto dalam…