Namun dilihat dari gejalanya, pengamat mengindikasikan penggabungan PTPN tersebut menjadi suatu kemundurabmn dan patut diindikasi telah terjadi kesulitan keuangan.

"Dampak korupsi yang luar biasa dalam tubuh perusahaan membuat perusahaan itu akan tinggal menunggu mati, dan inilah yang terjadi untuk PTPN V yang dikenal sebagai perusahaan keluarga karena memang semua karyawannya diambil dari keluarga para pejabatnya," katanya.

Dari penelusuran dan informasi yang diterima RiauBook.com, terdapat banyak persoalan dalam tubuh PTPN V.

Indonesia Law Enforcement Monitoring (Inlaning) bahkan sempat melaporkan kasus PTPN B ke Kejaksaan Tinggi Riau.

Organisasi itu melaporkan, kasus tersebut dilaporkan pada 25 Juni 2020 terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) dalam pembangunan Kebun Kelapa Sawit di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.

Dugaan korupsi itu diperkirakan merugikan negara lebih dari Rp100 miliar yang merupakan rentetan penyimpangan di perusahaan pelat merah itu.

Dilaporkan ada empat laporan ke Kejati dalam dugaan korupsi di PTPN V, salah satunya penyalahgunaan keuangan kredit KKPA dalam pembangunan kebun atas kredit sebesar Rp54 miliar pada Bank BRI Agro Pekanbaru.

Bahkan dalam kasus lainnya dilaporkan 100 hektare dari lahan KKPA puso (gagal tanam), akan tetapi Sertifikat Hak Milik (SHM) dari lahan tersebut tetap diagunkan di Bank Mandiri Palembang.

Kasus lainnya, PTPN V juga sempat berulang kali diperiksa, bahkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Riau mensapatkan fakta yurudis, tentang dugaan terjadinya tindak pidana korupsi proyek replanting peremajaan sawit PTPN V lokasi Sungai Tandun dan Sungai Rokan, Kabupaten Rokan Hulu.

Sayangnya, sejumlah kasus yang menjerat PTPN V sejauh ini belum pernah dituntaskan oleh pihak berwenang.

Orang dalam (Ordal) PTPN V yang dikonfirmasi media ini mengakui saat ini perusahaan itu tengah dalam masalah kauangan yang luar biasa, bahkan terjadi penundaan atas pembayaran sejumlah proyek.

"Semua kerjasama dikurangi tahun ini, tidak ada lagi penambahan nilai kerjasama," kata ordal.

Utang PTPN V

Menteri BUMN Erick Tohir sebelumnya oada tahuj 2021 mengaku telah mencium aroma korupsi tersembunyi di tubuh PT Perkebunan Nusantara (Persero) atau PTPN.

PTPN III selaku induk holding perkebunan perusahaan plat merah ia sebut memiliki utang hingga Rp43 triliun, termasuk di dalamnya PTPN V.

"Utang Rp43 triliun adalah penyakit lama dan ini saya rasa korupsi terselubung yang harus dibuka dan ditutup yang melakukan ini," kata Erick.

Dalam laporan tahunan PTPN 2019, total liabilitas mencapai Rp77,65 triliun atau naik 16,03 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Utang tersebut terdiri atas utang jangka panjang sebesar Rp41,28 triliun dan utang jangka pendek sebesar Rp36,37 triliun. Jika dilihat lebih jauh, anak-anak perusahaan PTPN memiliki utang yang beragam.

Dalam laporan tahunan 2019, PTPN II memiliki utang dengan total Rp5,4 triliun. Sementara PTPN IV menanggung beban utang dua kali lebih besar hingga Rp10,83 triliun.

Pada tahun yang sama, PTPN V memiliki liabilitas hingga Rp7,4 triliun dan angka ini naik pada tahun berikutnya hingga Rp7,6 triliun. Utang PTPN V didominasi oleh utang jangka panjang dengan nilai Rp5,3 triliun.

(fzr)

Bersambung....

tags:

• Pekanbaru
• dumai
• rohil

Share