RIAUBOOK.COM - Rentetan sidang kasus dugaan penyalagunaan wewenang tiga kepala sekolah dan seorang penjaga sekolah MIN Gumarang, Agam, Sumatera Barat, penuh dengan kejanggalan.
Rentetan kejanggalan dari tiap sidang dalam perkara itu diungkap dalam sidang pembelaan (pledoi) para terdakwa yang dibacakan masing-masing kuasa hukum.
"Apa yang dilakukan JPU semuanya terkesan dipaksakan," kata Asep Ruhiat selaku kuasa hukum terdakwa Nof dalam sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Padang, Kamis (28/2/2020).
Dalam pledoi setebal lebih 70 halaman, kuasa hukum Asep Ruhiat dan Malden Ricardo mengurai fakta-fakta persidangan awal hingga akhir.
"Dari fakta-fakta persidangan sejak awal hingga akhir, tidak ada keterangan saksi-saksi yang dihadirkan jaksa memberatkan terdakwa, bahkan tidak ada bukti-bukti kuat yang mengungkap adanya kerugian negara dalam perkara ini," kata Asep.
Dengan demikian, lanjut Asep, maka tidak ada alasan atau cela untuk menghukum terdakwa Nof karena semua saksi yang dihadirkan jakwa menyatakan tidak ada yang salah dalam kebijakan yang diambil para kepala sekolah itu.
Dalam sidang yang dipimpin Hakim Ketua Agus Komarudinitu, JPU turut menghadirkan empat terdakwa, masing-masing selain Nof juga hadir terdakwa Rus, Nel dan Ujang.
Sebelumnya JPU menuntut ketika terdakwa kepsek dengan hukuman lebih 4 tahun kurungan, sementara Ujang selaku penjaga sekolah dituntut lebih berat.
Keempat terdakwa menurut JPU terbukti telah menyalagunakan wewenang dengan taksiran kerugian negara dari opini jaksa sendiri hingga ratusan juta rupiah.
Sementara itu, kuasa hukum Asep Ruhiat membantah tuduhan JPU lewat pledoi yang mencengangkan.
"Semuanya telah sesuai dengan yang semestinya, bahkan dalam kebijakan yang diambil negara malah diuntungkan karena menerima tanah hibah tanpa membayarnya," kata Asep.
Bahkan, lanjut Asep, dengan adanya MIN di Gumarang, Agam, masyarakat jadi terbantu karena tidak harus jauh-jauh menyekolahkan anak-anak mereka.
Saksi-saksi kata Asep juga mendukung kebijakan itu karena MIN Gumarang, Agam selama ini telah mencetak rihuan murid berprestasi, bahkan sekolah itu telah menjadi sekolah unggulan di Sumatera Barat.
"Apa yang dilakukan mereka adalah kebijakan yang benar, aray dapat dikatakan diskresi karena tidak ada upaya memperkaya diri sendiri atau orang lain," demikian Asep.
Dalam pledoi itu jaksa terkesan menerima buli karena tidak dapat membuktikan dengan tegas tentang kerugian negarabyang mereka klaim secara sepihak.
Sesuai dengan fakta persidangan dan dihubungkan dengan bukti serta keterangan saksi-saksi dan keterangan ahli yang di hadirkan oleh jaksa penuntutut umum, demikian Asep, tidak ada yang mengetahui mengenai kerugian negara dan ahli Sriyardevita serta ahli Wayekto, kedua-duanya bukanlah dari Auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan tidak memiliki kewenangan menghitung kerugian negara.
"Bahkan ahli yang di hadirkan jaksa penuntut umum mencabut keterangannya mengenai kerugian negara karena ahli tidak berwenang," kata Asep.
Untuk diketahui, bahwa yang berwenang melakukan audit terhadap keuangan negara termasuk BUMN dan BUMD adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Dia katakan, bahwa menurut UU No. 15 tahun 2006, Pasal 1 angka 1 menyatakan; "BPK adalah lembaga Negara yang bertugas untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945".
Kemudian pernyataan ini dipertegas kembali pada Pasal 6 ayat (1) dinyatakan; "BPK bertugas memeriksa pengelolaan dan tanggungjawab keuangan negara yang dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia, BUMN, BLU, BUMD dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan Negara".
Kemudian Pasal 10 ayat (1) menyatakan; "BPK berwenang menilai dan/atau menetapkan kerugian Negara yang diakibatkan oleh perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai yang dialkukan oleh Bendahara, Pengelolaan BUMN/BUMD dan lembaga atau badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan keuangan negara".
Bahkan Mahkamah Agung (MA) dalam Surat Edaran MA (SEMA) No.4 Tahun 2016 telah mengatur tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar MA Tahun 2016 sebagai pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan.
Salah satu poinnya rumusan kamar pidana (khusus) yang menyatakan hanya Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang secara konstitusional berwenang men-declarekerugian keuangan negara.
"Dengan demikian jaksa penuntut umum terbukti secara sah tidak mampu membuktikan kerugian negara dalam perkara ini dan terkesan memaksakan lewat opini peibadi bahkan ada upaya memanipukasi keterangan saksi-saksi termasuk saksi ahli," kata Malden Ricardo menambahkan.
Kata Malden, dalam perkara a quo tidak ada berupa hasil audit auditor BPK, yang menyatakan bahwa telah terjadi kerugian keuangan negara pada sekolah MIN Gumarang, Agam.
"Dengan demikian unsur ini tidak terpenuhi dan tidak terbukti menurut hukum," demikian Malden.
Majelis Hakim PN Padang mengagendakan sidang vonis untuk para terdakwa pada Senin (2/3/2020). (rb/fzr)
Ultimatum Virus Akalbudi
Oleh Chaidir (Ketum FKPMR) TAHUN 1445 Hijriyah tenggelam dalam tidurnya yang abadi. Selamanya akan berada dalam…