RIAUBOOK.COM - Direktur Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Sarana Pembangunan Riau (SPR) berinisial IYS diindikasi merangkap jabatan sebagai Direktur PT Peputra Maha Raya saat dilantik menjadi pimpinan perusahaan daerah itu pada akhir Agustus lalu hingga saat ini.

"Hal itu jelas melanggar undang-undang perseroan, terlebih perusahaan swasta tempat dia bekerja memiliki bidang kerja yang sama," kata Ahli Hukum Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, kepada RiauBook.com di Pekanbaru lewat sambungan telepon, Minggu (21/9/2025).

Menurut Abdul Fickar, pemegang saham dalam hal ini Gubernur Riau harus mengambil langkah tegas, yakni dengan memberhentikan IYS karena penetapannya jelas melanggar undang-undang.

"Kalau menurut saya itu tidak boleh konflik kepentingan, disatu sisi mewakili negara namun takutnya dia juga mencari keuntungan pribadi," kata Abdul Fickar.

Jika hal itu terus dibiarkan, demikian Abdul Fickar, maka ancaman pidananya bisa diterapkan karena terjadi sengketa kepentingan.

"Bayangkan saja, perusahaan itu jelas memiliki bidang kerja yang sama dengan BUMD itu, maka jika ada proyek, pasti akan mendahulukan perusahaan pribadinya. Ini bisa didorong ke APH (Aparat Penegak Hukum) dalam hal dugaan korupsi dan penyalagunaan wewenang atau jabatan," katanya.

Abdul Fickar turut mengingatkan agar pemegang saham menempatkan orang yang profesional untuk jabatan jabatan strategis di BUMD, hal itu penting agar target Pendapatan Asli Daerah (PAD) terealisasi.

"Jangan politisi yang gak paham bisnis dijerumuskan jadi Direktur BUMD, bisa bahaya BUMD hanya dijadikan tameng untuk menguatkan perusahaan swasta milik dia," katanya.

Untuk diketahui, dari dokumen yang diterima, Direktur PT Peputra Maha Raya hingga saat ini masih dijabat IYS yang diketahui juga merupakan Direktur BUMD SPR.

Perseroan itu terdaftar dengan nomor bisnis 436775 dengan alamat Jalan Soekarno Hatta No. 5C, Pekanbaru, Riau.

Aktivitas utama perusahaan ini dikenal sebagai pengembang dan pengelola Kawasan Industri Peputra Kampar (KIPK) sebuah kompleks industri dan pergudangan modern yang dikembangkan di atas lahan seluas 189 hektare.

Perusahaan tersebut dikabarkan sempat diterpa isu miring, beberapa laporan mengungkap dugaan pelanggaran terkait lingkungan dan perizinan, salah satunya operasi tanpa izin di kawasan hutan.

Pada 1 Maret 2025, Ikatan Pemuda Kecamatan Siak Hulu menduga bahwa PT Peputra Maha Raya tetap melakukan aktivitas dalam kawasan hutan tanpa izin.

Mereka sebelumnya mengajukan permohonan penggunaan lahan seluas 523 hektare, namun permohonan tersebut ditolak oleh KLHK.

Meski demikian, perusahaan diduga tetap beroperasi di area tersebut, meskipun seharusnya tidak diperbolehkan menurut regulasi kehutanan dan peraturan daerah.

Selanjutnya ada laporan pelanggaran Perda Kampar, dimana pada 15 Juni 2023, terdapat laporan dari Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan (AMMPL) yang menyebut bahwa perusahaan diduga melanggar beberapa peraturan daerah di Kabupaten Kampar, seperti Perda tentang Bangunan Gedung, Retribusi Usaha Perkebunan, dan Tata Ruang.

Mereka juga menduga adanya perkebunan kelapa sawit di dalam Hutan Produksi Konversi (HPK) area yang tidak seharusnya dimanfaatkan tanpa izin yang dikabarkan telah disita Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) dan telah diserahkan ke Agrinas.

IYS yang dikonfirmasi lewat pesan elektronik tidak menjawab persoalan itu.

(rb)