RiauBook - Pasca kericuhan yang terjadi di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) beberapa waktu silam merupakan perbuatan yang memalukan yang telah dilakuakan oleh pejabat publik. Harusnya kisruh tersebut bisa selesai dalam tahap musyawarah.

Pengamat Politik dari Universitas Paramadina Hendri Satrio menyayangkan apa yang terjadi di DPD. Menurutnya masalah tatib dan periodesasi dapat selesai dengan musyawarah.

Selain itu, Dia pun menyayangkan apa yang dilakukan pimpinan Sidang, Irman Gusman tidak mau membuka ruang komunikasi pada anggota lain malah begitu saja menutup sidang.

"Yang pertama bisa diselesaikan dengan musyawarah, aturan tersebut bisa dilakukan dengan kesepakatan antar anggota mengenai periodesasi tersebut," ucap Hendri, Senin, Jakarta (21/3/2016).

Dia juga mengatakan, apa yang terjadi di DPD kemarin memalukan karena DPD wanprestasi, harusnya masalah yang bisa diselesaikan dalam tingkat musyawarah saja mereka ricuh.

"Tapi bisa jadi ini akibat pimpinan DPD yang terjebak pada politik praktis dimana terjebak kekuasaan seharusnya yang ada disana mewakili daerah dan meperjuangkannya," ungkapnya.

Hendri melihat DPD hari ini nampak jelas adanya politik praktis yang menginginkan kekuasaan untuk menjabat pada kursi tertentu walaupun sebenarnya bisa diselesaikan dengan musyawarah.

"Bisa juga keinginan anggota bukti ketidakmampuan Ketua DPD membawa DPD lebih baik, ini perlu di evaluasi. Kalau tidak bisa memberikan yang lebih baik harusnya Irman bisa legowo memberikan tongkaat pimpinan pada anggota dewan yang lain," tegasnya.

Sementara itu, anggota DPD  Denty Eka Widi Pratiwi menyatakan kisruh sidang paripurna DPD lalu hanyalah akibat adanya upaya memaksa pimpinan sidang menandatangani sesuatu yang diyakini melanggar UU dan tidak ada dalam agenda. Menurutnya, Sangat disayangkan karena hal itu melanggar etika dan mekanisme persidangan, lebih lagi yang melakukan seorang politikus senior yang dihormati.

"Akibatnya, kejadian tersebut telah mencoreng nama DPD sebagai ricuh persoalan masa jabatan pimpinan. Padahal, sejatinya itu masalah etika dan upaya penegakan hukum, serta proses demokrasi dan dinamika politik yang berkembang di internal DPD," ucapnya kemarin.

Menurutnya, DPD adalah lembaga 132 orang senator sebagai anggotanya, di mana pimpinan semua alat kelengkapan termasuk di dalamnya, adalah entitas yang independen. Tiap anggota punya hak dan kedudukan yang sama. Ibarat fraksi, ada 132 fraksi jadinya.

"Semua orang boleh bicara mewakili dirinya sendiri di dalam sidang, namun tentu ada batas juga. Ada etika, ada mekanisme, ada kesepakatan terhadap keteraturan persidangan yang harus dihormati. Ada agenda yang dibuat bersama sebelum sidang yang harus dipatuhi. Inilah yang dilanggar," tegasnya. JIN

Follow News : Riau | Kampar | Siak | Pekanbaru | Inhu | Inhil | Bengkalis | Rohil | Meranti | Dumai | Kuansing | Pelalawan | Rohul | Berita Riau