Riau Book -Otak simpanse ternyata lebih sehat ketimbang otak manusia. Otaknya tak menderita Alzheimer dan autisme

"Otak simpanse tak pernah menderita Alzheimer dan autisme," kata Debra Silber, pemimpin studi sekaligus asisten profesor genetika molekuler dan mikrobiologi di Duke University Medical School.

Alzheimer dan autisme merupakan penyakit yang sering diidap manusia. Penyebabnya, kata Silver, berkurangnya kemampuan memahami sebuah bahasa.

Penyakit ini kerap diderita manusia yang telah berumur di atas 65 tahun. Sedangkan penyebab utama autisme belum diketahui. "Selama ini baru diketahui penyebabnya adalah kesalahan genetika," ujarnya.

Penelitian Silver ini diterbitkan dalam jurnal online, Current Biology. Silver mengatakan hasil risetnya dapat memberikan wawasan tentang keistimewaan otak manusia. Temuan ini juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan riset lanjutan tentang autisme dan Alzheimer.

Ukuran otak manusia berkembang secara dramatis selama proses evolusi. Otak yang relatif besar dibanding milik anggota primata lainnya memberi manusia kemampuan unik untuk menggunakan bahasa dan melakukan penghitungan yang rumit.

Namun bagaimana otak manusia bisa berkembang lebih besar ketimbang kerabat terdekatnya, simpanse, jika hampir semua gen kita sangat mirip dengan hewan itu?

Tim ilmuwan dari Duke University Medical School di Durham, North Carolina, berhasil menguak rahasia di balik otak besar manusia. Mereka menemukan gen khusus yang berfungsi merangsang pertumbuhan otak manusia.

Gen yang disebut HARE5 ini sebenarnya juga ditemukan pada simpanse. Hanya, aktivitas gen unik itu mengakibatkan dampak yang berbeda pada otak manusia dan simpanse.

Dengan menggunakan embrio tikus, para peneliti menyisipkan gen HARE5 untuk melihat perkembangan otak pada fase awal. Hasilnya, mereka menemukan bahwa embrio tikus yang disisipi gen HARE5 dari manusia mengalami pertumbuhan otak hingga 12 persen lebih besar ketimbang gen yang sama daripada simpanse.

"Temuan ini benar-benar menarik sebagai awal untuk lebih memahami keunikan otak manusia," ujar Silver. (Tempo.co)