"Korupsi di tubuh PTPN V sudah terjadi sejak berpuluh-puluh tahun lamanya, mulai dari timbangan, pengolahan, hingga penjualan CPO (palm oil), penerimaan karyawan juga karena ordal (orang dalam) makanya perusahaan itu dikenal sebagai perusahaan keluarga," kata Yusril, tokoh masyarakat Riau di Pekanbaru.

Dari informasi yang diterima, Palmco dibentuk melalui penggabungan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V, VI dan XIII ke dalam PTPN IV sebagai entitas bertahan atau surviving entity dan pemisahan tidak murni PTPN III (Persero) ke dalam PTPN IV.

Melalui penggabungan ini, PalmCo diharapkan menjadi perusahaan sawit terbesar di dunia dari sisi luas lahan, yaitu mencapai lebih dari 600.000 hektare pada 2026. Pada saat bersamaan, subholding ini ditargetkan menjadi pemain utama industri sawit dunia.

Namun dilihat dari gejalanya, pengamat mengindikasikan penggabungan PTPN tersebut menjadi suatu kemundurabmn dan patut diindikasi telah terjadi kesulitan keuangan.

"Dampak korupsi yang luar biasa dalam tubuh perusahaan membuat perusahaan itu akan tinggal menunggu mati, dan inilah yang terjadi untuk PTPN V yang dikenal sebagai perusahaan keluarga karena memang semua karyawannya diambil dari keluarga para pejabatnya," katanya.

Menanggapi itu, Alvin O Mojo menjelaskan, PTPN V adalah perusahaan perkebunan negara dengan kinerja finansial gemilang.

Bahkan, kata dia, selama tiga tahun berturut-turut perusahaan memecahkan rekor pendapatan tertinggi sepanjang sejarah.

"Raihan tersebut tidak lepas dari kebijakan penerapan digitalisasi secara masif dan berkelanjutan, yang membuat operasional transparan serta mencegah terjadinya fraud," katanya.

Hal itu kata dia dibuktikan dengan penilaian score GCG dari BPKP yang mencapai 93,305 atau tertinggi se holding perkebunan.

Perusahaan kata dia juga terus mengakselerasi transformasi perusahaan, baik on farm, off farm, maupun support.

"Selanjutnya, penggabungan ke dalam PTPN IV PalmCo ini merupakan amanah pemerintah yang telah menjadi bagian dari PSN untuk memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional," katanya.

Laporan

Sebelumnya Indonesia Law Enforcement Monitoring (Inlaning) bahkan sempat melaporkan kasus PTPN V ke Kejaksaan Tinggi Riau.

Organisasi itu melaporkan kasus tersebut pada 25 Juni 2020 terkait dugaan korupsi dalam pengelolaan dana Kredit Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA) Koperasi Petani Sawit Makmur (Kopsa-M) dalam pembangunan Kebun Kelapa Sawit di Desa Pangkalan Baru, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar.

Dugaan korupsi itu diperkirakan merugikan negara lebih dari Rp100 miliar yang merupakan rentetan penyimpangan di perusahaan pelat merah itu.

Dilaporkan ada empat laporan ke Kejati dalam dugaan korupsi di PTPN V, salah satunya penyalahgunaan keuangan kredit KKPA dalam pembangunan kebun atas kredit sebesar Rp54 miliar pada Bank BRI Agro Pekanbaru.

Bahkan dalam kasus lainnya dilaporkan 100 hektare dari lahan KKPA puso (gagal tanam), akan tetapi Sertifikat Hak Milik (SHM) dari lahan tersebut tetap diagunkan di Bank Mandiri Palembang. (fzr)