PARTAI Nasional Demokrat (NasDem) baru saja menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) menyambut momentum kontestasi elektoral pada 2024. Sejumlah kejutan pun muncul.
Partama, di luar dugaan, kegiatan yang berlangsung selama tiga hari, 15-17 Juni 2022, di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan itu menghadirkan mantan Perdana Menteri Malaysia, Mahatir Mohamad sebagai tamu terhormat juga sekaligus pembicara.
Kejutan selanjutnya yang tak kalah penting adalah kemunculan tiga nama yang tak lagi asing di kuping masyarakat, yakni Anies Baswedan, Andika Perkasa, dan Ganjar Pranowo sebagai rekomendasi Partai NasDem untuk bakal calon Pilpres 2024.
Keluarnya tiga nama disebut-sebut hasil keputusan musyawarah dari 25 nama yang masuk nominasi melalui penjaringan aspirasi DPW NasDem di 34 provinsi.
Dari serentetan kejutan itu spekulasi disertai pertanyaan liar kian tak tercegah mengenai apa pesan dannext gameyang bakal terjadi seputar pengocokan dan pencocokan pasangan capres-cawapres untuk pemilu mendatang.
Termasuk, misteri di balik kehadiran Mahatir, meski sudah diterangkan Ketum Surya Paloh soal maksud kehadirannya, tetap saja menyisakan tanda tanya.
Dengan kata lain, apakah ada hubungan kausal antara kehadiran Mahatir dan rekomendasi tiga nama tersebut?
Secret Mission
Sampai detik ini belum satupun parpol atau gabungan parpol yang secara terbuka dan komit mendorong kandidatnya menjadi bakal calon presiden dan wakil presiden.
Tampak, masing-masing masih 'malu-malu kucing' untuk memunculkan jagoannya. Lainnya masih beralasan ingin mencermati perubahan elektabilitas dan probabilitas dukungan dari nama-nama yang dijagokan.
Meski begitu, siapa calon kontestan potensial hampir dapat dipastikan tidak akan keluar dari nama-nama yang sampai sekarang menghiasi posisi 10 teratas hasil survei.
Anies Baswedan, Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, Sandiaga Uno, Ridwan Kamil, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Andika Perkasa, Erick Thohir, Airlangga Hartarto, dan Puan Maharani adalah deretan figur yang dipastikan masuk dalam bidikan capres-cawapres Pemilu 2024.
Bahkan, di antara nama-nama di atas, Anies, Ganjar, Andika, Prabowo, dan Puan besar kemungkinan akan mengisi poros koalisi yang sedang dan akan terbentuk.
Prediksi ini makin menguat usai muncul tiga sosok hasil rekomendasi NasDem yang percaya atau tidak berhasil menyita perhatian publik.
Sayangnya, terkait kemunculan tiga nama di atas, tak satupun media tanah air yang berhasil memotret dengan baik sisi terselubung.
Misalnya, mimik Surya Paloh saat berpidato sekaligus membacakan tiga nama yang direkomendasikan NasDem.
Bila benar-benar dicermati, sepanjang pidatonya, Paloh tampak kurang lega. Terkesan ada tekanan kuat yang sulit disembunyikan.
Hal berikut yang gagal ditangkap oleh media adalah pesan istimewa di balik pertemuan dua sosok berpengaruh (Mahatir-Paloh), terutama jika hal itu dikaitkan dengan nama sosok Andika Perkasa dalam tiga nama yang dimunculkan.
Andika sendiri seperti publik ketahui merupakan satu-satunya sosok dari kalangan militer (aktif) yang masuk nominasi kandidasi NasDem. Ini jelas unik dan butuh penelaahan lebih serius.
Apalagi, seperti telah diulas pada artikel-artikel sebelumnya di Indonarator.id, telah terdapat banyak bukti kedekatan antara Andika dan Amerika Serikat (AS).
Dengan demikian, kuat dugaan di balik kemunculan namanya di tiga sosok yang direkomendasikan NasDem seusai pertemuan Mahatir-Paloh terdapat sebuah pesan penting yang perlu diungkap.
Pentingnya mendedah pertemuan Mahatir-Paloh ini lantaran sang mantan Perdana Menteri (PM) Malaysia itu memiliki hubungan historis cukup kuat dengan Indonesia, terutama dengan Soeharto.
Dalam bukuPak Harto: The Untold Stories,Mahatir mengaku dirinya cukup akrab dengan sosok berjuluk "The Smiling General" itu.
Ia bahkan becerita pernah mendapat sambutan baik dari Soeharto saat berkunjung ke Jakarta seusai dirinya dilantik menjadi PM Malaysia pada 1981.
Mahatir sebagaimana juga Soeharto, merupakan dua sosok pemimpin di kawasan ASEAN yang punya kedekatan kuat dengan negeri Uncle Sam.
Konteks kedekatan Mahatir dengan AS inilah yang sejatinya menjadi poin pencermatan untuk menguak sisi tersirat di balik Rakernas NasDem.
Sayangnya, momentumbehind the sceneitu rupanya tidak berhasil dibaca oleh banyak pihak, termasuk dalam hal ini oleh media.
Luputnya pemberitaan seputar korelasi kehadiran Mahatir di acara Rakernas Nasdem dan rekomendasi tiga nama membuat publik rabun dalam melihat skenario Pemilu 2024.
Keluarnya tiga nama tersebut juga besar kemungkinan akan mengisi skema pembentukan poros yang sedang dipersiapkan.
Skema Poros
Pembentukan koalisi jelang Pilpres 2024 diprediksi tidak lebih dari tiga poros. Ini disebabkan ketatnya regulasi presidential threshold (Preshold) yang mensyaratkan minimal parpol atau gabungan parpol pengusung capres-cawapres memenuhi 20% kursi DPR RI, atau setidaknya 115 kursi DPR RI.
Mengacu pada ketentuan tersebut, di luar PDIP, masing-masing parpol perlu membentuk poros koalisi guna memenuhi ambang batas pencalonan capres-cawapres.
Dan, kalau dihitung secara matematik, peluang terbentuknya poros koalisi, selain Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang di dalamnya terdapat Partai Gokar, PAN dan PPP, akan terbentuk poros lain, semisal poros PDIP-Gerindra, dan poros NasDem-Demokrat-PKS.
Sementara, PKB sebagai salah satu dari 9 parpol yang lolosparliamentary threshold2019 dengan raihan 9,69% atau 58 kursi DPR RI, berpeluang menjadi pelengkap di antara ketiga poros atau bisa juga menjadi penentu akhir koalisi.
Apalagi dari pengalaman sebelumnya, peran PKB di menit akhir dengan mengusung K.H. Ma'ruf Amin ternyata membawa dampak determinatif terhadap poros koalisi pendukung Jokowi pada Pilpres 2019.
Karenanya, alur cerita yang sama kemungkinan akan diputar ulang PKB pada Pemilu mendatang. Itu tergambar dari sikap PKB saat ini yang belum ingin terbawa dalam ketergesa-gesaan menentukan sikap koalisi maupun mengusung jagoan sebenarnya.
Di samping itu, kemungkinan terbentuknya poros juga bakal berubah total manakala Prabowo ternyata memilih jadiKing Makerketimbang maju sebagai kontestan. Meski opsi ini masih terbilang kecil terjadi.
Juga halnya ketika PDIP teryata lebih memilih mengusung Ganjar sebagai capres ketimbang Puan. Jika ini yang terjadi, kemungkinan peluang terbentuknya tiga poros akan semakin kecil tercipta karena KIB sudah pasti melipat bersama PDIP bahkan juga Gerindra.
Sehingga, pemilu 2024 hanya menyisakan dua poros, yaitu poros PDIP-Gerindra-KIB dan poros NasDem-Demokrat-PKS. Dan, lagi-lagi PKB akan menjadi pelengkap di akhir atau bisa juga menjadi penentuinjury time.
Lantas, bagaimana dengan skema paket capres-cawapres?
Apabila asumsinya akan ada tiga poros, maka potensi pemaketan capres-cawapres bisa jadi Anies-Andika atau Andika-Anies (poros NasDem-Demokrat-PKS), Andika-Ganjar atau Ganjar-Andika (poros KIB atau poros NasDem-Demokrat-PKS), Prabowo-Puan (PDIP-Gerindra).
Atau, paket Anies-AHY (poros NasDem-Demokrat-PKS), Airlangga-Ganjar atau Ganjar-Erick (poros KIB), dan Andika-Miftachul Akhyar atau Andika-Anwar Abbas (poros NasDem-Demokrat-PKS dan atau poros KIB).
Sebaliknya, jika yang terjadi hanya dua poros, maka kemungkinan pemaketan menjadi Ganjar-Miftachul Akhyar atau Ganjar-Anwar Abbas (koalisi nasionalis-Islam) seperti terjadi pada koalisi Jokowi-Ma'ruf Amin yang mencoba memadukan dua aliran politik.
Ini mungkin saja terjadi menimbang latar belakang Miftachul Akhyar selaku Ketum Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang juga menjabat Rais 'Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulam (PBNU) yang sudah pasti bakal mendapat dukungan kuat dari warga nahdliyin.
Atau, jika Ganjar berpasangan dengan Anwar Abbas selaku Waketum MUI yang juga sebagai salah satu Ketua Pengurus Pusat Muhammadiyah maka dukungan dari warga Muhammadiyah bakal kian menguat.
Lantas, bagaimana jika asumsinya Ganjar-Anies/Anies-Ganjar? Atau, Puan-Ganjar/Ganjar-Puan?
Untuk kasus Ganjar-Anies/Anies-Ganjar, di level elite ini bisa saja dimungkinkan terjadi dengan melihat besarnya tingkat keterusungan keduanya.
Namun, di level basis akan terjadi penolakan bahkan pertentangan karena keduanya didukung basis massa yang tidak hanya berbeda secara sikap politik, melainkan juga secara ideologi.
Kita tahu, basis pendukung Ganjar mayoritas adalah kelompok nasionalis atau dari kalangan Islam moderat.
Sementara, Anies sejauh ini didukung oleh kelompok Islam transnasional atau kerap disebut kelompok Islam puritan yang mayoritas merupakan penganut Islam garis keras.
Kedua karakter basis massa sebetulnya merupakanlegacydari pendukung Prabowo dan Jokowi pada Pilpres 2019.
Jika basis pendukung Ganjar mewarisi massa pendukung Jokowi, maka Anies mewarisi massa pendukung Prabowo. Dengan begitu, menyatukan keduanya tidak hanya menantang, tapi juga menjadi ujian terberat.
Sementara, untuk opsi Ganjar-Puan atau Puan-Ganjar juga terbilang sulit terwujud karena keduanya sama-sama dari partai PDIP sehingga secara marketing politik tidak terlalu menjual.
Belum lagi, keduanya sama-sama mengandalkan dukungan dari basis pendukung PDIP dan beberapa lainnya dari pewaris dukungan Jokowi.
Padahal, kekuatan terbesar justru ada pada satu warna dua bendera: militer dan Islam. Dengan begitu, upaya mencari titik padu untuk menarik dua kekuatan menjadi opsi terbaik untuk penentuan pasangan capres-cawapres di Pemilu nanti.
Warna Bendera danEnding Determination
Berdasarkan pengalaman Pemilu 2004, 2009, 2014 dan 2019, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih selalu mewakili warna dan bendera dukungan yang sudah bisa ditebak dengan mudah, yakni Islam dan militer sebagai representasi satu warna dua bendera itu sendiri.
Kemenangan SBY-JK pada Pemilu 2004 dan SBY-Boediono pada Pemilu 2009 adalah bukti di mana penentuan akhir pemilu ada pada kekuatan militer-Islam.
Teristimewa ketika SBY kembali maju berpasangan dengan Boediono yang mendapat dukungan penuh dari partai-partai Islam ketika itu. Dukungan datang dari PKS, PAN, PPP, PKB dan PBB.
Bukti serupa kembali terulang di era Jokowi. Jokowi berhasil memenangkan dua kali pemilu (2014/2019) adalah berkat dukungan hijau militer dan terutama hijau Islam.
Jokowi terutama sekali mendapat dukungan dari kalangan Islam moderat yang sebagian besar merupakan warga NU dan Muhammadiyah yang notabene merupakan kelompok Islam mayoritas.
Kemenangan Jokowi di dua lumbung suara nasional, Jawa Timur dan Jawa Tengah yang mayoritas dihuni kalangan Islam moderat adalah bukti empiris yang sulit dinafikan.
Selain itu, dukungan purnawirawan militer di balik kemenangan Jokowi dua periode, juga merupakan variabel penting lainnya yang seolah mempertegas peran determinatif militer di balik suksesi Pemilu itu sendiri.
Terlepas dari itu semua, pengaruh Paman Sam dalam konteks elektoralisme tetap menjadi sinyal penentu yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Terkait intervensi AS di balik kemenangan Pemilu ini sudah terlalu banyak bukti yang mengungkap hal itu, sehingga tidak perlu didedah ulang di tulisan ini.
Dengan begitu, fokus analisis kali ini lebih pada melihat konteks pasangan capres-cawapres yang sejalan dengan dukungan satu warna dua bendera utamanya dukungan hijau Islam, yang di belakangnya ada penunggang gelap (free rider), AS.
Kembali pada poin bahasan, bahwa kehadiran Mahatir di Rakernas NasDem dan kemunculan tiga nama bakal calon bukan lah peristiwa kebetulan. Ada indikasi bisikan Paman Sam?
Jika ini terbukti benar, skenario pasangan capres-cawapres seperti apa yang dikehendaki AS? Apakah Andika-Anies/Anies-Andika atau Andika-Ganjar/Ganjar-Andika?
Jika mengacu pada representasi kekuatan satu warna dua bendera, maka warna bendera itu terlihat pada sosok Andika dan Anies.
Keduanya berpotensi mendapat dukungan penuh dari hijau Islam dan hijau militer. Sinyal dukungan itu mulai terbaca tatkala beberapa waktu terakhir, Andika sibuk menemui pimpinan ormas NU dan Muhammadiyah.
Belum lagi jika hal ini dikaitkan dengan variabel dukungan Paman Sam. Baik Andika maupun Anies sama-sama memiliki hubungan kuat dengan AS.
Dengan demikian, apakah keduanya akan jadi pasangan yang mendapat back-up-an kuat AS serta dukungan satu warna dua bendera dengan melihat sinyal yang ada saat ini?
Menarik untuk ditunggu kelanjutannya.
Penulis: Harsam (Research Director of IndoNarator)
SMSI Minta Presiden Terbitkan Perpu UU Kedaulatan Digital Pengganti UU ITE
RIAUBOOK.COM - INI cerita tentang ibu bernama Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) yang berusaha menyelamatkan hidup anak-anaknya, 2.000 lebih media…