RIAUBOOK.COM - Blok migas Wilayah Kerja (WK) Langgak berlokasi di Kecamatan Tambun, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), lepas dari 'tangan' Pemerintah Provinsi Riau setelah Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi PT Sarana Pembangunan Riau (SPR) dan SPR Langgak atas PT Kingswood Capital Limited (KCL).

"Mengadili, Satu; Menolak permohonan kasasi dan Pemohon Kasasi : PT Sarana Pembangunan Riau, dan Permohon Kasasi PT SPR Langgak. Dua; Memperbaiki amar Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 784/PDT/2023/PT DKI, tanggal 4 September 2023, yang menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 333/PttG/2022/PNJkt Sel tanggal 9 Maret 2023," demikian amar putusan yang dibacakan Hakim Tunggal, Nurul Elmiyah, dalam rangkumannya di situs resmi Mahkamah Agung, Kamis (23/1/2025).

Dalam salinan elektronik pada putusan itu, MA menyatakan tidak dapat menerima bantahan atau eksepsi tergugat I (SPR) dan tergugat II (SPR Langgak).

Dalam amar putusan kasasi tersebut, MA mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian dan menyatakan sah dan berlaku mengikat kesepakatan bersama tertanggal 15 April 2010, yang dibuat oleh Penggugat (PT KCL) dan Tergugat 1 (PT SPR).

Kemudian menyatakan sah dan berlaku mengikat surat pemohonan persetujuan penunjukan operator Wilayah Kerja Langgak tertanggal 27 April 2010;

Selanjutnya MA juga menyatakan pihak Tergugat I (SPR) telah melakukan perbuatan wanprestasi atas kesepakatan bersama tertanggal 18 April 2010.

MA menghukum pihak Tergugat I (SPR) untuk menjalankan surat permohonan persetujuan penunjukan operator Wilayah Kerja Langgak tertanggal 27 April 2010,

"Menolak gugatan Penggugat untuk selain dan selebihnya, menolak tuntutan provisi penggugat rekonvernal untuk seluruhnya," demikian hasil putusan tersebut.

Untuk diketahui, sebelumnya pada 2010 antara PT SPR dan KCL sepakat untuk menjlin kerjasama dalam pengelolaan Blok Migas Langgak.

Dalam perjanjiannya, kedua belah pihak menyepakati pembagian laba masing-masing 50-50 (PT SPR dan KCL).

Namun permasalahannya, seiring berjalannya waktu, hak-hak KCL katanya tidak diberikan yang diduga disebabkan dari hasil audit investigasi BPKP atas permintaan Pemprov Riau tahun 2015, meskipun demikian masih ada pembayaran sampai tahun 2015.

Pihak KCL sebelumnya mengungkap pada lima tahun awal yakni 2010 hingga 2015 komitmen laba masih dibayarkan.

Namun dari tahun 2016 sampai sekarang (2025) tidak ada lagi pembayaran hingga total kerugian KCL ditaksir mencapai angka Rp100 miliar. (fzr)